Sebarkan Kebaikan, Sebarkan Kasih Sayang, Jalin Persaudaraan, Jalin Kebersamaan

Selasa, 26 Mei 2009

Al Islam Kemuh.3

Al Islam Kemuhammadiyahan 3

 

 

1.    Al Qur’an Surat An Nisa ayat 7

bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.

 

Poin :

·         Islam menegakkan martabat perempuan;

·         Prinsip waris bukan mengutamakan pengambilan hak tetapi pemberian hak;

·         Untuk menjaga keutuhan keluarga bukan kebutuhan keluarga.

 

2.    Al Qur’an Surat An Nisa ayat 8

dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat[270], anak yatim dan orang miskin, Maka berilah mereka dari harta itu [271] (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang baik.

 

[270] Kerabat di sini Maksudnya : Kerabat yang tidak mempunyai hak warisan dari harta benda pusaka.

[271] Pemberian sekedarnya itu tidak boleh lebih dari sepertiga harta warisan.

 

Pembagian warisa adalah prinsip kebersamaan

 

Aturan-aturan pembagian waris :

A.

Sebab-sebab seseorang berhak menerima waris

 

1.    Karena hubungan agama (urutan pertama) artinya orang yang berhak menerima waris adalah ahli waris yang seagama;

2.    Karena Hubungan keluarga;

3.    Karena Hubungan pernikahan;

4.    Karena memerdekakan hamba sahaya.

B.

Sebab-sebab seseorang tidak berhak menerima waris

 

1.    Tidak seagama

Seorang muslim tidak dapat mewarisi ataupun diwarisi oleh orang non muslim, apa pun agamanya. Hal ini telah ditegaskan Rasulullah saw. dalam sabdanya:

"Tidaklah berhak seorang muslim mewarisi orang kafir, dan tidak pula orang  kafir mewarisi muslim." (Bukhari dan Muslim)

Jumhur ulama berpendapat demikian, termasuk keempat imam mujtahid. Hal ini berbeda dengan pendapat sebagian ulama yang mengaku bersandar pada pendapat Mu'adz bin Jabal r.a. yang mengatakan bahwa seorang muslim boleh mewarisi orang kafir, tetapi tidak boleh mewariskan kepada orang kafir. Alasan mereka adalah bahwa Islam ya'lu walaayu'la 'alaihi (unggul, tidak ada yang mengunggulinya).

Sebagian ulama ada yang menambahkan satu hal lagi sebagai penggugur hak mewarisi, yakni murtad. Orang yang telah keluar dari Islam dinyatakan sebagai orang murtad. Dalam hal ini ulama membuat kesepakatan bahwa murtad termasuk dalam kategori perbedaan agama, karenanya orang murtad tidak dapat mewarisi orang Islam.

Sementara itu, di kalangan ulama terjadi perbedaan pandangan mengenai kerabat orang yang murtad, apakah dapat mewarisinya ataukah tidak. Maksudnya, bolehkah seorang muslim mewarisi harta kerabatnya yang telah murtad?

Menurut mazhab Maliki, Syafi'i, dan Hambali (jumhur ulama) bahwa seorang muslim tidak berhak mewarisi harta kerabatnya yang telah murtad. Sebab, menurut mereka, orang yang murtad berarti telah keluar dari ajaran Islam sehingga secara otomatis orang tersebut telah menjadi kafir. Karena itu, seperti ditegaskan Rasulullah saw. dalam haditsnya, bahwa antara muslim dan kafir tidaklah dapat saling mewarisi.

Sedangkan menurut mazhab Hanafi, seorang muslim dapat saja mewarisi harta kerabatnya yang murtad. Bahkan kalangan ulama mazhab Hanafi sepakat mengatakan: "Seluruh harta peninggalan orang murtad diwariskan kepada kerabatnya yang muslim." Pendapat ini diriwayatkan dari Abu Bakar ash-Shiddiq, Ali bin Abi Thalib, Ibnu Mas'ud, dan lainnya.

2.    Hamba Sahaya (Budak)

Seseorang yang berstatus sebagai budak tidak mempunyai hak untuk mewarisi sekalipun dari saudaranya. Sebab segala sesuatu yang dimiliki budak, secara langsung menjadi milik tuannya. Baik budak itu sebagai qinnun (budak murni), mudabbar (budak yang telah dinyatakan merdeka jika tuannya meninggal), atau mukatab (budak yang telah menjalankan perjanjian pembebasan dengan tuannya, dengan persyaratan yang disepakati kedua belah pihak). Alhasil, semua jenis budak merupakan penggugur hak untuk mewarisi dan hak untuk diwarisi disebabkan mereka tidak mempunyai hak milik.

 

3.    Pembunuh

Apabila seorang ahli waris membunuh pewaris (misalnya seorang anak membunuh ayahnya), maka ia tidak berhak mendapatkan warisan. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw.:

"Tidaklah seorang pembunuh berhak mewarisi harta orang yang dibunuhnya. "

Dari pemahaman hadits Nabi tersebut lahirlah ungkapan yang sangat masyhur di kalangan fuqaha yang sekaligus dijadikan sebagai kaidah: "Siapa yang menyegerakan agar mendapatkan sesuatu sebelum waktunya, maka dia tidak mendapatkan bagiannya."

Ada perbedaan di kalangan fuqaha tentang penentuan jenis pembunuhan. Misalnya, mazhab Hanafi menentukan bahwa pembunuhan yang dapat menggugurkan hak waris adalah semua jenis pembunuhan yang wajib membayar kafarat.

Sedangkan mazhab Maliki berpendapat, hanya pembunuhan yang disengaja atau yang direncanakan yang dapat menggugurkan hak waris. Mazhab Hambali berpendapat bahwa pembunuhan yang dinyatakan sebagai penggugur hak waris adalah setiap jenis pembunuhan yang mengharuskan pelakunya diqishash, membayar diyat, atau membayar kafarat. Selain itu tidak tergolong sebagai penggugur hak waris.

Sedangkan menurut mazhab Syafi'i, pembunuhan dengan segala cara dan macamnya tetap menjadi penggugur hak waris, sekalipun hanya memberikan kesaksian palsu dalam pelaksanaan hukuman rajam, atau bahkan hanya membenarkan kesaksian para saksi lain dalam pelaksanaan qishash atau hukuman mati pada umumnya. Menurut saya, pendapat mazhab Hambali yang paling adil. Wallahu a'lam

 

Hal-hal yang harus diselesaikan sebelum harta dibagi :

Semua barang peninggalan mayit bukan berarti mutlak menjadi milik ahli waris, karena ada hak lainnya yang harus diselesaikan sebelum harta peninggalan tersebut dibagi. Hak-hak yang harus diselesaikan sebelum harta waris tersebut dibagi ialah sebagai berikut.

 

1.

Perawatan Jenazah (Mu’nat Tajhiz)

 

Kebutuhan perawatan jenazah hingga penguburannya. Misalnya meliputi pembelian kain kafan, upah penggalian tanah, upah memandikan, bahkan perawatan selama dia sakit. Semua biaya ini diambilkan dari harta si mayit sebelum dilakukan hal lainnya. Berdasarkan perkataan Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Dan kafanillah dia dengan dua pakaianya” [Hadits Riwayat Bukhari 2/656, Muslim 2/866] Maksudnya, peralatan dan perawatan jenazah diambilkan dari harta si mayit.

 

2.

Hak-Hak Yang Berhubungan Dengan Harta Waris (Al-Huquq Al-Muta’aliqah Bi Ainit Tarikah)

 

Misalnya barang yang digadaikan oleh mayit, hendaknya diselesaikan dengan menggunakan harta si mayit, sebelum hartanya di waris. Bahkan menurut Imam Syafi’i, Hanafi dan Malik. Didahulukan hak ini sebelum kebutuhan perawatan jenazah, karena berhubungan dengan harta si mayit. Lihat Fiqhul Islami wa Adillatihi 8/274. Tas-hil Fara’idh, 9. Dalilnya ialah, karena perkara ini termasuk hutang yang harus diselesaikan oleh si mayit sebagaimana disebutkan di dalam surat An-Nisa ayat 12, yaitu : “Sesudah dibayar hutangnya”.

 

3.

Hutang Si Mayit (Ad-Duyun Ghairu Al-Muta’aliqah Bit Tarikah)

 

Apabila si mayit mempunyai hutang, baik yang behubungan dengan berhutang kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, seperti membayar zakat dan kafarah, atau yang berhubungan dengan anak Adam, seperti berhutang kepada orang lain, pembayaran gaji pegawainya, barang yang dibeli belum dibayar, melunasi pembayaran, maka sebelum diwaris, harta si mayit diambil untuk melunasinya. Dalilnya ialah.
“Artinya : Sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi madharat (kepada ahli waris)” [An-Nisa : 12]

 

4.

Menunaikan Wasiat (Tanfidzul Wasiyyah)

 

Sebelum harta diwaris, hendaknya diambil untuk menunaikan wasiat si mayit, bila wasiat itu bukan untuk ahli waris, karena ada larangan hal ini, dan bukan wasiat yang mengandung unsur maksiat, karena ada larangan mentaati perintah maksiat. Wasiat ini tidak boleh melebihi sepertiga, karena merupakan larangan. Dalilnya, lihat surat An-Nisa ayat 12 yaitu : “Sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat”.

 

Perbedaan waris dan wasiat :

Waris

Wasiat

1.    Aturannya ditetapkan oleh Allah

2.    Ketentuannya muncul setelah pemilik meninggal dunia.

3.    Harta yang dibagi seluruhnya.

4.    Calon penerima waris sudah ditetapkan oleh agama.

1.    Aturannya ditentukan oleh pemilik harta.

2.    Aturannya ada ketika pemilik masih hidup.

 

3.    Harta yang yang dibagi max. sepertiga.

4.    Calon Penerima ditentukan olah pemilik harta dan bukan ahli waris.

Kelompok Ahli Waris :

A.   Ahli Waris dari Golongan Laki-laki

Ahli waris (yaitu orang yang berhak mendapatkan warisan) dari kaum laki-laki ada lima belas:

 

1)    Anak laki-laki;

2)    Cucu laki-laki (dari anak laki-laki);

3)    Bapak;

4)    Kakek (dari pihak bapak);

5)    Saudara kandung laki-laki;

6)    Saudara laki-laki seayah;

7)    Saudara laki-laki seibu;

8)    Anak laki-laki dari saudara kandung laki-lak;

9)    Anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu;

10) Paman (saudara kandung bapak),

11) Paman (saudara bapak seayah)

12) Anak laki-laki dari paman (saudara kandung ayah),

13) Anak laki-laki paman seayah,

14) Suami,

15)  Laki-laki yang memerdekakan budak.

 

 

Jika ke 15 ahli waris tersebut ada seluruhnya, maka yang berhak memperoleh bagian ada 3 yaitu:

1)    Bapak;

2)    Suami;

3)    Anak laki-laki.

 

B.   Ahli Waris dari Golongan Perempuan

Adapun ahli waris dari kaum wanita ada sepuluh:

1)    Anak perempuan,

2)    Ibu,

3)    Anak perempuan (dari keturunan anak laki-laki),

4)    Nenek (ibu dari ibu),

5)    Nenek (ibu dari bapak anak laki-laki;

 

6)    Saudara kandung perempuan,

7)    Saudara perempuan seayah,

8)    Saudara perempuan seibu,

9)    Istri,

10) Perempuan yang memerdekakan budak.anak laki-laki dari saudara kandung laki-lak;

 

Jika ke 10 ahli waris tersebut ada seluruhnya, maka yang berhak memperoleh bagian ada 5 yaitu:

1)    Ibu;

2)    Istri;

3)    Anak Perempuan;

4)    Anak Perempuan dari anak laki-laki;

5)    Saudara perempuan kandung.

 

Jika ke 25 ahli waris tersebut ada seluruhnya, maka yang berhak memperoleh bagian ada 5 yaitu:

1)    Ibu;

2)    Bapak;

3)    Suami/istri;

4)    Anak laki-laki

5)    Anak Perempuan

 

Ashobah:

Ashobah adalah kelompok ahli waris yang dapat menghabiskan semua harta atau semua sisa harta.

 

Jenis-jenis ashobah :

1.

Ashobah Bi Nafsihi

Yaitu ahli waris laki-laki yang menjadi ashobah mutlak dengan sendirinya.

 

Asobah Binafsihi adalah ahli warits yang mendapatkan bagian ashobah dengan sendirinya. Bukan karena adanya muassib atau mumattsil, ataupun karena adanya anak perempuan atau cucu perempuan.

Di antara ahli warits yang mendapatkan bagian Asobah Binafsihi yaitu:
1. Anak laki-laki;
2. Cucu laki-laki;
3. Bapak;
4. Kakek;
5. Saudara laki-laki sekandung;
6. Saudara laki-laki sebapak;
7. Anak saudara laki-laki sekandung;
8. Anak saudara laki-laki sebapak;
9. Paman sekandung;
10. Paman sebapak;
11. Anak paman sekandung;
12. Anak paman sebapak.


Keterangan:
Bapak mendapatkan Asobah Binafsihi dengan syarat tidak ada anak laki-laki, anak perempuan, cucu laki-laki, cucu perempuan.

Hukum bagian ahli warits yang mendapatkan asobah binafsihi diantaranya:

a.    Bila menyendiri maka dia berhak mengambil semua harta warits.

b.    Mengambil sisa harta waritsan apabila pembagian hartanya sudah dibagikan kepada ahli warits yang mendapatkan bagian tertentu dari harta itu.

 

"Serahkanlah warisan itu kepada ahlinya adapun sisanya kepada ahli warits laki-laki yang terdekat." (Muttafaqun ‘Alaihi).

c.    Terputus apabila harta yang dibagikan itu kehabisan oleh ahli warits yang lain.

Dengan dalil di atas sudah jelas bahwa ahli waris laki-laki berhak mendapatkan sisa dari harta warisan.

 

2.

Ashobah Bi Ghairihi

Yaitu ahli waris yang menjadi ashobah karena ada ashobah yang lain.

 

Asobah Bigoirihi adalah asobah dengan yang lainnya yang mendapatkan Asobah Bigoirihi yaitu:
1. Anak laki-laki dengan anak perempuan;

2. Cucu laki-laki dengan cucu perempuan;

3. Saudara laki-laki dengan saudara perempuan.


Ketentuan bagi yang mendapatkan asobah bigoirihi:

- Bagi anak laki-laki dua kali bagian anak perempuan.

 

3.

Ashobah Ma’a Ghairihi

Yaitu ahli waris yang sebelumnya bukan ashobah tetapi kalau mereka sama-sama ada, maka mereka sama-sama menjadi ashobah.

Contoh : anak perempuan dari anak laki-laki jika bersama-sama dengan saudara perempuan

 

Ketentuan bagi yang mendapatkan Asobah ma’a goirihi:

- Mengambil sisa-sisa ahli waris yang lain.

Bagian ahli waris jika ahli waris lengkap :

1)    Ibu;

a.    1/3 jika ahli waris tidak punya anak atau cucu dari anak laki-laki.

b.    1/6 jika ahli waris mempunyai anak atau cucu dari anak laik-laki.

2)    Bapak;

a.    Menjadi ashobah binafsihi jika ahli waris tidak punya anak atau cucu.

b.    1/6 jika ahli waris mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki.

3)    Suami

a.    1/2 jika ahli waris tidak punya anak atau cucu.

b.    1/4 jika ahli waris mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki.

4)    Istri, baik hanya satu maupun berbilang.

a.    1/4 jika ahli waris tidak punya anak atau cucu.

b.    1/8 jika ahli waris mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki.

5)    Anak laki-laki :

Anak laki-laki adalah ashobah dengan ketentuan bagi anak laki-laki dua kali bagian anak perempuan.

6)    Anak Perempuan

a.    1/2 jika sendiri(tidak ada anak laki-laki) tidak bersama-sama saudaranya.

b.    Dua orang anak perempuan mendapat 2/3 bagian, jika tidak ada anak laki-laki.

c.    Menjadi ashobah bersama dengan anak laki-laki, dengan bagian laki-laki dua kali bagian anak perempuan.

 

Contoh soal :

1.    Seorang laki-laki meninggal dunia, status menikah mempunyai 1 orang anak laki-laki dan 1 orang anak perempuan, meninggalkan harta warisan senilai Rp. 96.000.000. Ahli waris lengkap. Tentukan bagian masing-masing.

 

Jawab :

Ahli waris yang berhak adalah Bapak, Ibu, Istri, anak laki-laki dan anak perempuan :

a.    Bapak                    : 1/6 x 96.000.000       = 16.000.000

b.    Ibu                         : 1/6 x 96.000.000       = 16.000.000

c.    Istri                        : 1/8 x 96.000.000       = 12.000.000

   44.000.000

Sisa                                                           = 52.000.000

 

d.    Anak laki-laki        : 2/3 x 52.000.000       = 34.666.666,67

e.    Anak Perempuan  : 1/3 x 52.000.000       = 17.333.333,33

 

Anak laki-laki sama dengan 2 anak perempuan, sehingga dianggap mempunyai 3 anak perempuan, sehingga bagian anak laki-laki adalah 2/3, anak perempuan adalah 1/3.

 

2.    Seorang perempuan meninggal dunia, status menikah mempunyai 1 orang anak laki-laki dan 1 orang anak perempuan, meninggalkan harta warisan senilai Rp. 96.000.000. Ahli waris lengkap. Tentukan bagian masing-masing.

 

Jawab :

Ahli waris yang berhak adalah Bapak, Ibu, Istri, anak laki-laki dan anak perempuan :

a.    Bapak                    : 1/6 x 96.000.000       = 16.000.000

b.    Ibu                         : 1/6 x 96.000.000       = 16.000.000

c.    Suami                    : 1/4 x 96.000.000       = 24.000.000

   56.000.000

Sisa                                                           = 40.000.000

 

d.    Anak laki-laki        : 2/3 x 40.000.000       = 36.666.666,67

e.    Anak Perempuan  : 1/3 x 40.000.000       = 13.333.333,33

 

Anak laki-laki sama dengan 2 anak perempuan, sehingga dianggap mempunyai 3 anak perempuan, sehingga bagian anak laki-laki adalah 2/3, anak perempuan adalah 1/3.

 

3.    Seorang laki-laki meninggal dunia, status menikah mempunyai 1 orang anak laki-laki dan 2 orang anak perempuan, meninggalkan harta warisan senilai Rp. 96.000.000. Ahli waris lengkap. Tentukan bagian masing-masing.

 

Jawab :

Ahli waris yang berhak adalah Bapak, Ibu, Istri, anak laki-laki dan anak perempuan :

a.    Bapak                    : 1/6 x 96.000.000       = 16.000.000

b.    Ibu                         : 1/6 x 96.000.000       = 16.000.000

c.    Istri                        : 1/8 x 96.000.000       = 12.000.000

   44.000.000

Sisa                                                           = 52.000.000

 

d.    Anak laki-laki        : 1/2 x 52.000.000       = 26.000.000

e.    Anak Perempuan  : 1/4 x 52.000.000       = 13.000.000

f.     Anak Perempuan  : 1/4 x 52.000.000       = 13.000.000

 

Anak laki-laki sama dengan 2 anak perempuan, sehingga dianggap mempunyai 4 anak perempuan, sehingga bagian anak laki-laki adalah 2/4, 2 anak perempuan bagian masing-masing adalah 1/4.

 

4.    Seorang perempuan meninggal dunia, status menikah mempunyai 1 orang anak laki-laki dan 2 orang anak perempuan, meninggalkan harta warisan senilai Rp. 96.000.000. Ahli waris lengkap. Tentukan bagian masing-masing.

 

Jawab :

Ahli waris yang berhak adalah Bapak, Ibu, Istri, anak laki-laki dan anak perempuan :

a.    Bapak                    : 1/6 x 96.000.000       = 16.000.000

b.    Ibu                         : 1/6 x 96.000.000       = 16.000.000

c.    Suami                    : 1/4 x 96.000.000       = 12.000.000

   56.000.000

Sisa                                                           = 40.000.000

 

d.    Anak laki-laki        : 1/2 x 40.000.000       = 20.000.000

e.    Anak Perempuan  : 1/4 x 40.000.000       = 10.000.000

f.     Anak Perempuan  : 1/4 x 40.000.000       = 10.000.000

 

Anak laki-laki sama dengan 2 anak perempuan, sehingga dianggap mempunyai 4 anak perempuan, sehingga bagian anak laki-laki adalah 2/4, 2 anak perempuan bagian masing-masing adalah 1/4.

 

 

BAGIAN AHLI WARIS

 

JUMLAH bagian yang telah ditentukan Al-Qur'an ada enam macam, yaitu setengah (1/2), seperempat (1/4), seperdelapan (1/8), dua per tiga (2/3), sepertiga (1/3), dan seperenam (1/6). Kini mari kita kenali pembagiannya secara rinci, siapa saja ahli waris yang termasuk ashhabul furudh dengan bagian yang berhak ia terima.

 

A. Ashhabul furudh yang Berhak Mendapat Setengah

 

1.    Seorang suami berhak untuk mendapatkan separo harta warisan, dengan syarat apabila pewaris tidak mempunyai keturunan, baik anak laki-laki maupun anak perempuan, baik anak keturunan itu dari suami tersebut ataupun bukan.

2.     Anak perempuan (kandung) mendapat bagian separo harta peninggalan pewaris, dengan dua syarat:

a.    Pewaris tidak mempunyai anak laki-laki (berarti anak perempuan tersebut tidak mempunyai saudara laki-laki, penj.).

b.    Apabila anak perempuan itu adalah anak tunggal. Dalilnya adalah firman Allah: "dan apabila ia (anak perempuan) hanya seorang, maka ia mendapat separo harta warisan yang ada". Bila kedua persyaratan tersebut tidak ada, maka anak perempuan pewaris tidak mendapat bagian setengah.

3.    Cucu perempuan keturunan anak laki-laki akan mendapat bagian separo, dengan tiga syarat:

  1. Apabila ia tidak mempunyai saudara laki-laki (yakni cucu laki-laki dari keturunan anak laki-laki).
  2. Apabila hanya seorang (yakni cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki tersebut sebagai cucu tunggal).
  3. Apabila pewaris tidak mempunyai anak perempuan ataupun anak laki-laki.

4.    Saudara kandung perempuan akan mendapat bagian separo harta warisan, dengan tiga syarat:

  1. Ia tidak mempunyai saudara kandung laki-laki.
  2. Ia hanya seorang diri (tidak mempunyai saudara perempuan).
  3. Pewaris tidak mempunyai ayah atau kakek, dan tidak pula mempunyai keturunan, baik keturunan laki-laki ataupun keturunan perempuan.

5.    Saudara perempuan seayah akan mendapat bagian separo dari harta warisan peninggalan pewaris, dengan empat syarat:

  1. Apabila ia tidak mempunyai saudara laki-laki.
  2. Apabila ia hanya seorang diri.
  3. Pewaris tidak mempunyai saudara kandung perempuan.
  4. Pewaris tidak mempunyai ayah atau kakak, dan tidak pula anak, baik anak laki-laki maupun perempuan.

 

B. Ashhabul furudh yang Berhak Mendapat Seperempat

 

Adapun kerabat pewaris yang berhak mendapat seperempat (1/4) dari harta peninggalannya hanya ada dua, yaitu suami dan istri. Rinciannya sebagai berikut:

1.    Seorang suami berhak mendapat bagian seperempat (1/4) dari harta peninggalan istrinya dengan satu syarat, yaitu bila sang istri mempunyai anak atau cucu laki-laki dari keturunan anak laki-lakinya, baik anak atau cucu tersebut dari darah dagingnya ataupun dari suami lain (sebelumnya). Hal ini berdasarkan firman Allah berikut:

2.    Seorang istri akan mendapat bagian seperempat (1/4) dari harta peninggalan suaminya dengan satu syarat, yaitu apabila suami tidak mempunyai anak/cucu, baik anak tersebut lahir dari rahimnya ataupun dari rahim istri lainnya.

C. Ashhabul furudh yang Berhak Mendapat Seperdelapan

Dari sederetan ashhabul furudh yang berhak memperoleh bagian seperdelapan (1/8) yaitu istri. Istri, baik seorang maupun lebih akan mendapatkan seperdelapan dari harta peninggalan suaminya, bila suami mempunyai anak atau cucu, baik anak tersebut lahir dari rahimnya atau dari rahim istri yang lain.

 

D. Ashhabul furudh yang Berhak Mendapat Bagian Dua per Tiga

 

Ahli waris yang berhak mendapat bagian dua per tiga (2/3) dari harta peninggalan pewaris ada empat, dan semuanya terdiri dari wanita:

1.    Dua anak perempuan (kandung) atau lebih.

2.    Dua orang cucu perempuan keturunan anak laki-laki atau lebih.

3.    Dua orang saudara kandung perempuan atau lebih.

4.    Dua orang saudara perempuan seayah atau lebih.

 

Ketentuan ini terikat oleh syarat-syarat seperti berikut:

1.    Dua anak perempuan (kandung) atau lebih itu tidak mempunyai saudara laki-laki, yakni anak laki-laki dari pewaris.

2.    Dua orang cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki akan mendapatkan bagian dua per tiga (2/3), dengan persyaratan sebagai berikut:

a.    Pewaris tidak mempunyai anak kandung, baik laki-laki atau perempuan.

b.    Pewaris tidak mempunyai dua orang anak kandung perempuan.

c.    Dua cucu putri tersebut tidak mempunyai saudara laki-laki.

3.    Dua saudara kandung perempuan (atau lebih) akan mendapat bagian dua per tiga dengan persyaratan sebagai berikut:

  1. Bila pewaris tidak mempunyai anak (baik laki-laki maupun perempuan), juga tidak mempunyai ayah atau kakek.
  2. Dua saudara kandung perempuan (atau lebih) itu tidak mempunyai saudara laki-laki sebagai 'ashabah.
  3. Pewaris tidak mempunyai anak perempuan, atau cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki.

4.    Dua saudara perempuan seayah (atau lebih) akan mendapat bagian dua per tiga dengan syarat sebagai berikut:

  1. Bila pewaris tidak mempunyai anak, ayah, atau kakek.
  2. Kedua saudara perempuan seayah itu tidak mempunyai saudara laki-laki seayah.
  3. Pewaris tidak mempunyai anak perempuan atau cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki, atau saudara kandung (baik laki-laki maupun perempuan).

 

E. Ashhabul furudh yang Berhak Mendapat Bagian Sepertiga

Adapun ashhabul furudh yang berhak mendapatkan warisan sepertiga bagian hanya dua, yaitu ibu dan dua saudara (baik laki-laki ataupun perempuan) yang seibu.

 

1.    Seorang ibu berhak mendapatkan bagian sepertiga dengan syarat:

  1. Pewaris tidak mempunyai anak atau cucu laki-laki dari keturunan anak laki-laki.
  2. Pewaris tidak mempunyai dua orang saudara atau lebih (laki-laki maupun perempuan),

2.    Kemudian saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu, dua orang atau lebih, akan mendapat bagian sepertiga dengan syarat sebagai berikut:

  1. Bila pewaris tidak mempunyai anak (baik laki-laki ataupun perempuan), juga tidak mempunyai ayah atau kakak.
  2. Jumlah saudara yang seibu itu dua orang atau lebih.

E. Asbhabul Furudh yang Mendapat Bagian Seperenam

Adapun asbhabul furudh yang berhak mendapat bagian seperenam (1/6) ada tujuh orang. Mereka adalah (1) ayah, (2) kakek asli (bapak dari ayah), (3) ibu, (4) cucu perempuan keturunan anak laki-laki, (5) saudara perempuan seayah, (6) nenek asli, (7) saudara laki-laki dan perempuan seibu.

1.    Seorang ayah akan mendapat bagian seperenam (1/6) bila pewaris mempunyai anak, baik anak laki-laki atau anak perempuan.

2.    Seorang kakek (bapak dari ayah) akan mendapat bagian seperenam (1/6) bila pewaris mempunyai anak laki-laki atau perempuan atau cucu laki-laki dari keturunan anak --dengan syarat ayah pewaris tidak ada. Jadi, dalam keadaan demikian salah seorang kakek akan menduduki kedudukan seorang ayah, kecuali dalam tiga keadaan yang akan saya rinci dalam bab tersendiri.

3.    Ibu akan memperoleh seperenam (1/6) bagian dari harta yang ditinggalkan pewaris, dengan dua syarat:

  1. Bila pewaris mempunyai anak laki-laki atau perempuan atau cucu laki-laki keturunan anak laki-laki.
  2. Bila pewaris mempunyai dua orang saudara atau lebih, baik saudara laki-laki ataupun perempuan, baik sekandung, seayah, ataupun seibu.

4.    Cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki seorang atau lebih akan mendapat bagian seperenam (1/6), apabila yang meninggal (pewaris) mempunyai satu anak perempuan. Dalam keadaan demikian, anak perempuan tersebut mendapat bagian setengah (1/2), dan cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki pewaris mendapat seperenam (1/6), sebagai pelengkap dua per tiga (2/3).

5.    Saudara perempuan seayah satu orang atau lebih akan mendapat bagian seperenam (1/6), apabila pewaris mempunyai seorang saudara kandung perempuan.

6.    Saudara laki-laki atau perempuan seibu akan mendapat bagian masing-masing seperenam (1/6) bila mewarisi sendirian.

7.    Nenek asli mendapatkan bagian seperenam (1/6) ketika pewaris tidak lagi mempunyai ibu. Ketentuan demikian baik nenek itu hanya satu ataupun lebih (dari jalur ayah maupun ibu), yang jelas seperenam itu dibagikan secara rata kepada mereka. Hal ini berlandaskan pada apa yang telah ditetapkan di dalam hadits sahih dan ijma' seluruh sahabat.

 

 

 

Referensi : Dari Catatan dan beragai sumber di internet (ridwan202.wordpress.com, media.isnet.org)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar