Sebarkan Kebaikan, Sebarkan Kasih Sayang, Jalin Persaudaraan, Jalin Kebersamaan

Jumat, 28 November 2008

Buku Saku Perbankan Syariah

 

Lima transaksi yang lazim dipraktekkan oleh perbankan syariah :

1.       Transaksi yang tidak mengandung riba.

2.       Transaksi yang ditujukan untuk memiliki barang dengan cara jual beli (murabahah).

3.       Transaksi yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dengan cara sewa (ijarah)

4.       Transaksi yang ditujukan untuk mendapatkan modal kerja dengan cara bagi hasil (mudharabah)

5.       Transaksi deposito, tabungan, giro yang imbalannya adalah bagi hasil (mudharabah) dan transaksi titipan (wadiah).

2.4. Jenis-jenis Riba  di Perbankan

Dalam ilmu fiqh dikenal tiga jenis riba yaitu:

a.       Riba Fadl

Riba Fadl disebut juga riba buyu yaitu yang timbul akibat pertukaran barang sejenis yang tidak memenuhi kriteria sama kualitasnya (mistlan bi mistlin), sama kuantitasnya (sawa-an bi sawa-in) dan sama waktu penyerahannya (yadan bi yadin). Pertukaran semisal ini mengandung gharar yaitu ketidakjelasan bagi kedua pihak akan nilai masing-masing barang yang dipertukarkan. Ketidakjelasan ini dapat menimbulkan zalim terhadap salah satu pihak, kedua pihak, dan pihak-pihak lain.

"Jangan kamu bertransaksi satu dinar dengan dua dinar, satu dirham dengan dua dirham; satu sha dengan dua sha karena aku khawatir akan terjadinya riba (al-rama). Seorang bertanya : wahai Rasul: bagaimana jika seseorang menjual seekor kuda dengan beberapa ekor kuda dan seekor unta dengan beberapa ekor unta? Jawab Nabi SAW "Tidak mengapa, asal dilakukan dengan tangan ke tangan (langsung)."(HR Ahmad dan Thabra­ni).

Dalam perbankan, riba fadl dapat ditemui dalam transaksi jual beli valuta asing yang tidak dilakukan dengan cara tunai (spot).

b. Riba Nasi’ah

Riba Nasi’ah disebut juga riba duyun yaitu riba yang timbul akibat hutang-piutang yang tidak memenuhi kriteria untung muncul bersama resiko (al ghunmu bil ghurmi) dan hasil usaha muncul bersama biaya (al kharaj bi dhaman). Transaksi semisal ini mengandung pertukaran kewajiban menanggung beban, ha­nya karena berjalannya waktu. Nasi ah adalah penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba Nasi ah mun­cul karena adanya perbedaan, perubahan atau tambahan an­tara barang yang diserahkan hari ini dengan barang yang diserahkan kemudian. Jadi al ghunmu (untung) muncul tanpa adanya resiko (al ghurmi), hasil usaha (al kharaj) muncul tanpa adanya biaya (dhaman); al ghunmu dan al kharaj muncul hanya dengan berjalannya waktu.

Dalam perbankan konvensional, riba nasi’ah dapat ditemui dalam pembayaran bunga kredit dan pembayaran bunga deposito, tabungan, giro.

c. Riba Jahiliyah

Riba Jahiliyah adalah hutang yang dibayar melebihi dari po­kok pinjaman, karena si peminjam tidak mampu mengembali­kan dana pinjaman pada waktu yang telah ditetapkan6. Riba Ja­hiliyah dilarang karena pelanggaran kaedah "Kullu Qardin Jarra Manfa’ah Fahuwa Riba" (setiap pinjaman yang mengambil manfaat adalah riba). Dari segi penundaan waktu penyerahan­nya, riba jahiliyah tergolong Riba Nasi ah;

Dalam perbankan konvensional, riba jahiliyah dapat ditemui dalam pengenaan bunga pada transaksi kartu kredit.

 

PRODUK PERBANKAN SYARIAH

 

         Produk perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu: (I) Produk Penyaluran Dana, (II) Produk Penghimpunan Dana, dan (III) Produk yang berkaitan dengan jasa yang diberi­kan perbankan kepada nasabahnya.

4.1.  Penyaluran Dana

         Dalam menyalurkan dana pada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi ke dalam tiga kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya yaitu:

1.       Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang dilakukan dengan prinsip jual beli.

2.       Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan dengan prinsip sewa.

3.       Transaksi pembiayaan untuk usaha kerjasama yang ditujukan guna mendapatkan sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil.

            Pada kategori pertama dan kedua, tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang atau jasa yang dijual. Produk yang termasuk dalam kelompok ini adalah produk yang menggunakan prinsip jual-beli seperti murabahah, salam, dan istishna serta produk yang mengguna­kan prinsip sewa yaituijarah. Sedangkan pada kategori ketiga, tingkat keuntungan bank di­tentukan dari besarnya keuntungan usaha sesuai dengan prin­sip bagi-hasil. Pada produk bagi hasil keuntungan ditentukan oleh nisbah bagi hasil yang disepakati di muka. Produk per­bankan yang termasuk ke dalam kelompok ini adaiah musyara­kah danmudharabah.

4.1.1. Prinsip Jual Beli (Ba'i)

Prinsip jual-beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda (transfer of property). Tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menja­di bagian harga atas barang yang dijual.

Transaksi jual-beli dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barang seperti:

a. Pembiayaan Murabahah

Murabahah bi tsaman ajil atau lebih dikenal sebagai muraba­hah. Murabahah berasal dari kata ribhu (keuntungan) adalah transaksi jual-beli di mana bank menyebut jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari pemasok di­tambah keuntungan. Kedua pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan da­lam akad jual-beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Dalam perbankan, murabahah lazimnya dilakukan dengan cara pembayaran cicilan (bi tsaman ajil). Dalam transaksi ini barang diserahkan segera setelah akad sedangkan pembayaran dilakukan secara tangguh.

b. Salam

Salam adalah transaksi jual beli di mana barang yang diper­jualbelikan belum ada. Oleh karena itu barang diserahkan secara tangguh sedangkan pembayaran dilakukan tunai. Bank bertindak sebagai pembeli, sementara nasabah sebagai penjual. Sekilas transaksi ini mirip jual beli ijon, namun dalam trans­aksi ini kuantitas, kualitas, harga, dan waktu penyerahan bar­ang harus ditentukan secara pasti.

c. Istishna

         Produk istishna menyerupai produk salam, namun dalam istishna pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali (­termin) pembayaran. Skim istishna dalam bank syar­iah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi.

 

4.1.2. Prinsip Sewa (Ijarah)

         Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahaan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, namun perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya adalah barang, maka pada ijarah objek transaksinya adalah jasa.

         Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual barang yang disewakannya kepada nasabah. Karena itu dalam perban­kan syariah dikenal ijarah muntahhiyah bittamlik (sewa yang dii­kuti dengan berpindahnya kepemilikan). Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian.

 

4.1.3. Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)

Produk pembiayaan syariah yang didasarkan prinsip bagi hasil adalah:

a.Musyarakah

Bentuk umum dari usaha bagi hasil adalah musyarakah (syirkah atau syarikah atau serikat atau kongsi). Transaksi musyara­kah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerjasama untuk meningkatkan nilai asset yang mereka miliki secara ber­sama-sama. Termasuk dalam golongan musyarakah adalah se­mua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih dima­na mereka secara bersama-sama memadukan seluruh bentuk sumber daya baik yang berwujud maupun tidak berwujud.

         Secara spesifik bentuk kontribusi dari pihak yang bekerjasa­ma dapat berupa dana, barang perdagangan (trading asset), kewiraswastaan (entrepreneurship), kepandaian (skill), kepemilikan (property), peralatan (equipment) , atau intangible asset (seperti hak paten atau goodwill), kepercayaan/reputasi (credit worthiness) dan barang-barang lainnya yang dapat dinilai dengan uang. Dengan merangkum seluruh kombinasi dari bentuk kontribusi masing-masing pihak dengan atau tanpa batasan waktu menjadikan produk ini sangat fleksibel.

 

b. Mudharabah

Secara spesifik terdapat bentuk musyarakah yang popular dalam produk perbankan syariah yaitu mudharabah. Mudhara­bah adalah bentuk kerjasama antara dua atau lebih pihak dima­na pemilik modal (shahibul maal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. Bentuk ini menegaskan kerjasama de­ngan kontribusi 100% modal dari shahibul maal dan keahlian dari mudharib.

Transaksi jenis ini tidak mensyaratkan adanya wakil shahibul maal dalam manajemen proyek. Sebagai orang kepercayaan, mudharib harus bertindak hati-hati dan bertanggung jawab un­tuk setiap kerugian yang terjadi akibat kelalaian. Sedangkan se­bagai wakil shahibul maal dia diharapkan untuk mengelola mo­dal dengan cara tertentu untuk menciptakan laba optimal.

Perbedaan yang esensial dari musyarakah dan mudharabah terletak pada besarnya kontribusi atas manajemen dan keuangan atau salah satu diantara itu. Dalam mudharabah modal ha­nya berasal dari satu pihak, sedangkan dalam musyarakah mo­dal berasal dari dua pihak atau lebih. musyarakah dan mudhar­abah dalam literatur fiqih berbentuk perjanjian kepercayaan (uqud al amanah) yang menuntut tingkat kejujuran yang tinggi dan menjunjung keadilan. Karenanya masing-masing pihak ha­rus menjaga kejujuran untuk kepentingan bersama dan setiap usaha dari masing-masing pihak untuk melakukan kecurangan dan ketidakadilan pembagian pendapatan betul-betul akan me­rusak ajaran Islam.

Mudharabah Muqayyadah            

Karakteristik mudharabahmuqayadah pada dasarnya sama dengan persyaratan di atas. Perbedaannya adalah terletak pa­da adanya pembatasan penggunaan modal sesuai dengan per­mintaan pemilik modal.

 

4.1.4. Akad Pelengkap

a. Hiwalah (Alih Utang-Piutang)

         Hiwalah adalah transaksi mengalihkan utang piutang. Dalam praktek perbankan syariah fasilitas hiwalah lazimnya untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat me­lanjutkan produksinya. Bank mendapat ganti biaya atas jasa pemindahan piutang. Untuk mengantisipasi resiko kerugian yang akan timbul, bank perlu melakukan penelitian atas kemampuan pihak yang berutang dan kebenaran transaksi antara yang memindahkan piutang dengan yang berutang. Katakanlah         seo­rang supplier bahan bangunan menjual barangnya kepada pemilik proyek yang akan dibayar dua bulan kemudian. Karena kebutuhan supplier akan likuiditas, maka ia meminta bank untuk mengambil alih piutangnya. Bank akan menerima pembayaran dari pemilik proyek.

 

b. Rahn (Gadai)

Tujuan akad rahn adalah untuk memberikan jaminan pem­bayaran kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan.

Barang yang digadaikan wajib memenuhi kriteria :

·         Milik nasabah sendiri.

·         Jelas ukuran, sifat, dan nilainya ditentukan berdasarkan nilai riil pasar.

·         Dapat dikuasai namun tidak boleh dimanfaatkan oleh bank. Atas izin bank, nasabah dapat menggunakan barang tertentu yang digadaikan dengan tidak mengurangi nilai dan merusak barang yang digadaikan. Apabila barang yang digadaikan rusak atau cacat, maka nasabah harus bertanggungjawab.

Apabila nasabah wanprestasi, bank dapat melakukan penjualan barang yang digadaikan atas perintah hakim. Nasabah mempunyai hak untuk menjual barang tersebut dengan seizin bank. Apabila hasil penjualan melebihi kewajibannya, maka ke­lebihan tersebut menjadi milik nasabah. Dalam hasil penjualan tersebut lebih kecil dari kewajibannya, nasabah menutupi keku­rangannya.

c. Qardh                    

Qardh adalah pinjaman uang. Aplikasi qardh dalam perbankan biasanya dalam empat hal, yaitu : Sebagai pinjaman talangan haji, dimana nasabah calon haji diberikan pinjaman talangan untuk memenuhi syarat penyetoran. Biaya perjalanan haji. Nasabah akan melunasinya sebelum ke­berangkatannya ke haji.

Sebagai pinjaman tunai (cash advanced) dari produk kartu kredit syariah, dimana nasabah diberi keleluasaan untuk menarik uang tunai milik bank melalui ATM. Nasabah akan mengem­balikannya sesuai waktu yang ditentukan.

Sebagai pinjaman kepada pengusaha kecil, dimana menurut perhitungan bank akan memberatkan si pengusaha bila diberikan pembiayaan dengan skema jual beli, ijarah, atau bagi hasil.

Sebagai pinjaman kepada pengurus bank, dimana bank me­nyediakan fasilitas ini untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan pengurus bank. Pengurus bank akan mengembalikannya se­cara cicilan melalui pemotongan gajinya.

d. Wakalah (Perwakilan)

Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C, inkaso dan transfer uang.

 

e. Kafalah (Garansi Bank)

Garansi bank dapat diberikan dengan tujuan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran. Bank dapat mem­persyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana un­tuk fasilitas ini sebagairahn. Bank dapat pula menerima dana tersebut dengan prinsip wadi ah. Bank mendapatkan pengganti biaya atas jasa yang diberikan.

 

4.2.  Produk Penghimpunan Dana

         Penghimpunan dana di bank syariah dapat berbentuk giro, tabungan dan deposito. Prinsip operasional syariah yang diterapkan dalam penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip wadi ah dan mudharabah.

4.2.1. Prinsip Wadiah

Prinsip Wadi’ah yang diterapkan adalah wadi ah yad dhamanah yang diterapkan pada produk rekening giro. Wadi’ah dhamanah berbeda dengan wadi’ah amanah. Dalam   wadi’ah amanah, pada prinsipnya harta titipan tidak boleh dimanfaatkan oleh yang dititipi. Sedangkan dalam hal wadi’ah dhamanah, pihak yang dititipi (bank) bertanggung jawab atas keutuhan harta titipan sehingga ia boleh memanfaatkan harta titipan tersebut.

Karena wadi’ah yang diterapkan dalam produk giro perban­kan ini juga disifati dengan yad dhamanah, maka implikasi hukumnya sama dengan qardh, dimana nasabah bertindak seba­gai yang meminjamkan uang, dan bank bertindak sebagai yang dipinjami.

4.2.2. Prinsip Mudharabah

Dalam mengaplikasikan prinsip mudharabah, penyimpan atau deposan bertindak sebagai shahibul maal (pemilik modal) dan bank sebagai mudharib (pengelola). Dana tersebut diguna­kan bank untuk melakukan pembiayaan murabahah atau ijarah seperti yang telah dijelaskan terdahulu. Dapat pula dana terse­but digunakan bank untuk melakukan pembiayaan mudhara­bah. Hasil usaha ini akan dibagi hasilkan berdasarkan nisbah yang disepakati. Dalam hal bank menggunakannya untuk mela­kukan pembiayaan mudharabah, maka bank bertanggung jawab penuh atas kerugian yang terjadi2. Rukun mudharabah terpenuhi sempurna (ada mudharib - ada pemilik dana, ada usaha yang akan dibagi hasilkan, ada nisbah, ada ijab kabul). Prinsip mud­harabah ini diaplikasikan pada produk tabungan berjangka dan deposito berjangka.

Berdasarkan kewenangan yang diberikan pihak penyimpan dana, prinsip mudharabah terbagi tiga yaitu:

a. Mudharabah mutlaqah

Penerapan mudharabah mutlaqah dapat berupa tabungan dan deposito sehingga terdapat dua jenis penghimpunan dana yaitu: tabungan mudharabah dan deposito mudharabah. Berda­sarkan prinsip ini tidak ada pembatasan bagi bank dalam menggunakan dana yang dihimpun.

b. Mudharabah Muqayyadah on Balance Sheet

Jenis mudharabah ini merupakan simpanan khusus (restrict­ed investment) dimana pemilik dana dapat menetapkan syarat­-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank. Misalnya disya­ratkan digunakan untuk bisnis tertentu, atau disyaratkan digu­nakan dengan akad tertentu, atau disyaratkan digunakan untuk nasabah tertentu.

c. Mudharabah Muqayyadah off Balance Sheet

Jenis mudharabah ini merupakan penyaluran dana mudharabah langsung kepada pelaksana usahanya, dimana bank ber­tindak sebagai perantara (arranger) yang mempertemukan an­tara pemilik dana dengan pelaksana usaha. Pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank dalam mencari kegiatan usaha yang akan dibiayai dan pe­laksana usahanya.

 

4.2.3. Akad Pelengkap

Untuk mempermudah pelaksanaan penghimpunan dana, bia­sanya diperlukan juga akad pelengkap. Akad pelengkap ini ti­dak ditujukan untuk mencari keuntungan, namun ditujukan un­tuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan. Meskipun tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, dalam akad pelengkap ini dibolehkan untuk meminta pengganti biaya-biaya yang dikeluar­kan untuk melaksanakan akad ini. Besarnya pengganti biaya ini sekedar untuk menutupi biaya yang benar-benar timbul.

Wakalah(Perwakilan)

Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melaku­kan pekerjaan jasa tertentu, seperti inkaso dan transfer uang.

 

4.3. Jasa Perbankan

Bank syariah dapat melakukan berbagai pelayanan jasa perbankan kepada nasabah dengan mendapat imbalan berupa sewa atau keuntungan. Jasa perbankan tersebut antara lain berupa :

4.3.1. Sharf (Jual Beli Valuta Asing)

Pada prinsipnya jual-beli valuta asing sejalan dengan prinsip sharf. Jual beli mata uang yang tidak sejenis ini, penyerahan­nya harus dilakukan pada waktu yang sama (spot). Bank mengambil keuntungan dari jual beli valuta asing ini.

 

4.3.2. ljarah (Sewa)

Jenis kegiatan ijarah antara lain penyewaan kotak simpanan (safe deposit box) dan jasa tata-laksana administrasi dokumen (custodian). Bank dapat imbalan sewa dari jasa tersebut.

 


 

Bank dan Lembaga Keuangan Syariah

Landasan hukum lembaga keuangan syariah :

-          Al Qur’an

-          Hadist => Segala sesuatu yang diucapkan, dilakukan dan perbuatan yang didiamkan oleh Rasulullah. Hadist ada tiga macam yaitu hadist  Sahih (al  Bukari. Muslim, Abu dawut, Turmudzi, Nasa’i), Dhoif dan Hasan

 

Kelompok Suni : Kelompok yang mencintai nabi dan keturunannya

Kelompok syiah : Kelompok yang membenci Nabi dan keturunannya

 

Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.

 

Riba adalah tambahan nilai yang diperoleh dengan tanpa risiko dan bukan merupakan hadiah atau kompensasi kerja

 

Dalam transaksi keuangan eksploitasi maupun ketidakadilan terjadi dalam hal simpan pinjam. Islam melarang mengenakan denda jika debitur telat membayar karena prinsip pinjam meminjam adalah tolong menolong, tidak boleh ambil keuntungan.

 

Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 :

 

 

 

-

 

 

 

5 C

 

Capital

Collateral  UU nomor 42/99 (fiducia)

Characteristic

Capacity

Condition of Economi

 

 

Law System :

-           Common Law System

-           Civil law System ( dianut oleh Indonesia

 

-

 

4 P

Purpose

Prospek

Personality

Payment

 

Undang-undang No. 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah, yang diamanatkan

1.       PP Perikatan islam

2.       PP Agunan Syariah

3.       PP Kepailitan Syariah    berlaku uu kepailitan saat ini

4.       PP Arbitrase Syariah

 

Jika terjadi perselisihan

·        Pidana => diselesaikan di Pengadilan Negeri;

·        Perdata =>  merujuk pada Undang-undang 12 tahun 2006 tentang peradilan agama;

Peradilan agama disamping menyelesaikan sengketa Nihak, talak, rujuk, cerai, juga mempunyai kompetensi menyelesaikan sengketa bisnis syariah (reksadana, asuransi, perbankan, obligasi syariah).

 

Prinsip Syariah :

1.      Prinsip hukum islam dalam kegiatan perbankan yang berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh MUI dan DSN ( pasal 1 ayat 12 UUPS);

2.      Kegiatan bisnis yang bersumber kepada Qur’an dan sunah(ijtihad, ijma’ dan qiyas) lebih mengutamakan prinsip bagi hasil serta kehalalan produk dan jasa yang dijualnya.

 

Hikmah kenapa riba diharamkan :

1.      Riba menimbulkan sikap permusuhan antar individu dan menghilangkan saling tolong menolong antara sesama manusia, maka semua agama termasuk islam menganjurkan sikap tolong menolong serta membenci orang-orang yang mengutamakan kepentingan sendiri, serta membenci orang-orang yang mengeksploitasi hasil kerja orang lain;

2.      Riba menumbuhkan sikap boros dan malas, ingin mendapatkan kesenangan tanpa susah payah, menjadi benalu diatas jerih payah orang lain. Islam menghargasi orang yang bekerja;

3.      Riba adalah salah satu bentuk penjajahan oleh karena itu tidak salah jika dikatakan bahwa penjajahan berada di belakang para pedagang/pengusaha;

4.      Islam mengajak manusia agar suka mendermakan hartanya kepada saudara yang membutuhkan. Allah akan melipatgandakan pahala orang-orang yang suka berderma.

 

Dampak negatif riba :

1.       Menimbulkan ketidakadilan distribusi kekayaan karena riba/bunga memberika hasil tetap pada satu pihak (kreditur) dan menghasilkan tidak tetap pada debitur (pengusaha);

2.       Potensi eksploitasi terhadap pihak-pihak yang lemah serta keuntungan berpihak kepada orang-orang kaya;

3.       Terhambatnya Investasi

Sebenarnya riba/bunga merupakan biaya sosial (Social cost) semakin tinggi tingkat bunga yang berlaku, maka semakin besar biaya yang ditanggung dalam investasi ini berarti para investor kaya kaya akan mampu melakukan investasi jika takut keuntungan yang diharapkan mampu menutup tingkat biaya pasar.

 

Macam-macam Riba :

1.       Riba Fadl: Riba Fadl disebut juga riba buyu yaitu yang timbul akibat pertukaran barang sejenis yang tidak memenuhi kriteria sama kualitasnya (mistlan bi mistlin), sama kuantitasnya (sawa-an bi sawa-in) dan sama waktu penyerahannya (yadan bi yadin). Pertukaran semisal ini mengandung gharar yaitu ketidakjelasan bagi kedua pihak akan nilai masing-masing barang yang dipertukarkan. Ketidakjelasan ini dapat menimbulkan zalim terhadap salah satu pihak, kedua pihak, dan pihak-pihak lain.

Dalam perbankan, riba fadl dapat ditemui dalam transaksi jual beli valuta asing yang tidak dilakukan dengan cara tunai (spot).

.

2.       Riba Nasi’ah: Riba Nasi’ah disebut juga riba duyun yaitu riba yang timbul akibat hutang-piutang yang tidak memenuhi kriteria untung muncul bersama resiko (al ghunmu bil ghurmi) dan hasil usaha muncul bersama biaya (al kharaj bi dhaman). Transaksi semisal ini mengandung pertukaran kewajiban menanggung beban, ha­nya karena berjalannya waktu. Nasi’ah adalah penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba Nasi’ah mun­cul karena adanya perbedaan, perubahan atau tambahan an­tara barang yang diserahkan hari ini dengan barang yang diserahkan kemudian. Jadi al ghunmu (untung) muncul tanpa adanya resiko (al ghurmi), hasil usaha (al kharaj) muncul tanpa adanya biaya (dhaman); al ghunmu dan al kharaj muncul hanya dengan berjalannya waktu. Dalam perbankan konvensional, riba nasi’ah dapat ditemui dalam pembayaran bunga kredit dan pembayaran bunga deposito, tabungan, giro;

3.       Riba Jahiliyah adalah hutang yang dibayar melebihi dari po­kok pinjaman, karena si peminjam tidak mampu mengembali­kan dana pinjaman pada waktu yang telah ditetapkan. Riba Ja­hiliyah dilarang karena pelanggaran kaedah "Kullu Qardin Jarra Manfa’ah Fahuwa Riba" (setiap pinjaman yang mengambil manfaat adalah riba). Dari segi penundaan waktu penyerahan­nya, riba jahiliyah tergolong Riba Nasi’ah; dari segi kesamaan objek yang dipertukarkan, tergolong Riba Fadl. Dalam perbankan konvensional, riba jahiliyah dapat ditemui dalam pengenaan bunga pada transaksi kartu kredit.

Riba Qorqh : Suatu manfaat/kelebihan tertentu yang dipersyaratkan terhadap debitur.

 

Lima transaksi yang lazim dipraktekkan oleh perbankan syariah :

1.       Transaksi yang tidak mengandung riba.

2.       Transaksi yang ditujukan untuk memiliki barang dengan cara jual beli (murabahah).

3.       Transaksi yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dengan cara sewa (ijarah)

4.       Transaksi yang ditujukan untuk mendapatkan modal kerja dengan cara bagi hasil (mudharabah)

5.       Transaksi deposito, tabungan, giro yang imbalannya adalah bagi hasil (mudharabah) dan transaksi titipan (wadiah).

 

JAMINAN / COLLATERAL

 

” Jika kamu dalam perjalanan / bermualamalah  tidak secara tunai, sedang kamu tidak memperolah seorang penulis, maka hendaklah ada barang (benda) tanggung yang dipegang (Al Quran)

 

Pertimbangan-pertimbangan yang harus diambil kreditur menurut pasal 23 UU No. 21 tahun 2008 :

Untuk memperoleh keyakinan atas kemauan dan kemampuan calon Nasabah Penerima Fasilitas, Bank Syariah dan/atau UUS(Unit-unit Syariah) wajib melakukan penilaian yang saksama terhadap Watak, Kemampuan, Modal, Agunan, dan Prospek usaha dari calon Nasabah Penerima Fasilitas

 

Penyelesaian Sengketa : ( Pasal 55 UU No. 21 Tahun 2008)

Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama”.

Jika seseorang bersengketa dengan debitur bank Syariah, maka wadah penyelesainnya melalui BAMUI (Badan Arbitrase Muamalat Indonesia)

 

Pasal 69 UU No 21 Tahun 2008 : “Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, segala ketentuan mengenai Perbankan Syariah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan  sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998  beserta peraturan pelaksanaannya dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.”

Peraturan pelaksanaannya al:

·         Peraturan BI No.9/19/2007 tentang pelaksanaan prinsip-prinsip syariah dalam kegiatan penghimpunan dana, penyaluran dana, serta pelayanan dana bank syariah;

·         Peraturan BI No.6/24/2004 tentang bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip-prinsip syariah.

 

Bank syariah : Landasannya  Al Quran dan hadist, Bank Syariah adalah bank islam yang beroperasi secara islam

 

Kegiatan Muamalat adalah suatu kegiatan yang menyangkut hubungan antar manusia, terkait aspek politik, sosial budaya dan ekonomi. Aspek Ekonomi misalnya Koperasi Simpan Pinjam, Jual Beli.

 

Mudharabah adalah suatu perjanjian usaha antara pemilik modal (sahibul maal) dengan pengusaha dimana pemilik modal menyediakan seluruh dana yang diperlukan, dipihak lain pengusaha melakukan pengelolaan atas modal tersebut.

Hasil usaha bersama ini dibagi sesuai dengan hasil kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak dimana dalam kontrak tersebut dicantumkan bagi hasilnya (nisbah). Jika terjadi kerugian atau risiko yang tidak diharapkan merupakan konsekuensi bisnis dan bukan penyelewengan pengelola dana, serta bukan pelanggaran perjanjian, maka kerugian tersebut ditanggung pemilik dana.

Contoh : Jika pengelola dana melakukan kegiatan diluar amanat DPS, maka pengelola danalah yang bertanggung jawab secara pribadi apabila ada kerugian.

 

Landasan bagi hasil adalah surat Al Muzammil ayat 20

Tata cara bagi hasil perusahaan nasabah penerima pembayaran bagi hasil mudharabah dengan bank syariah :

  • Bank menyediakan 100% pembiayaan untuk suatu proyek .
  • Bank dengan pengusaha sepakat dengan keuntungan masing-masing dan bank islam melakukan pengawasan atas proyek tsb.
  • Jika rugi bank akan menanggung risiko, sementara pengusaha kehilangan waktu, tenaga, manajerial skill, serta bagi hasil yang diharapkan.

 

Dewan Pengawas Syariah : adalah dewan yang sengaja dibentuk untuk mengawasi jalannya prinsip-prinsip syariah, sehingga bisnis syariah tersebut sesuai dengan muamalah dalam islam.

Tugas dan wewenang Dewan Pengawas Syariah :

1.       Mendiskusikan masalah-masalah transaksi yang diadakan kepadanya sehingga bisnis tersebut sesuai dengan syariah islam;

2.       Memberikan pedoman/garis besar syariah, baik untuk pengerahan umum maupun penyaluran dana, serta kegiatan bank syariah lainnya;

3.       Merevisi produk-produkbank syariah, jika produk tersebut ternyata bertentangan dengan islam.

Persyaratan Anggota Dewan Pengawas Syariah :

1.       Ahli dalam masalah Al Quran dan Hadist yang menyangkut syariah;

2.       Menguasai hukum bisnis konvensional dan terbiasa dengan kontak-kontak bisnis.

 

Dewan Syariah Nasional (DSN)

·         Adalah Badan (dibentuk oleh MUI)  yang berwenang dan mempunyai tugas utama untuk mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan, produk, dan jasa syariah serta mengawasi penerapan fatwa dimaksud oleh lembaga-lembaga keuangan syariah di Indonesia.

·         DSN adalah Badan otonom dari MUI yang Ex Officio(Ketua MUI). Tugasnya yang utama adalah:

  1. Mengawasi produk-produk lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan ketentuan syariah;
  2. Meneliti dan memberi fatwa terhadap produk-produk yang dikembangkan oleh lembaga keuangan syariah;
  3. Memberikan rekomendasi kepada para ulama yangakan ditugaskan DSN pada Lembaga keuangan syariahtermasuk DPS;
  4. Memberikan teguran kepada lembaga keuangan syariah jika produknya bertentangan dan Al Quran dan Sunah.

 

1.       Gadai : Berlaku BW (burgerlijk wetboek)

2.       Hak tanggungan => berlaku UU nomor 4 tahun 1996;

 

Agunan (macam-macam agunan) :

1.       Gadai  : berupa benda bergerak yang dikuasai oleh kreditur sebagai jaminan atas pinjaman yang dilakukan.

2.       Fiducia : Berupa benda bergerak ; dikuasai oleh debitur.

Fiducia  adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda (berlaku UU nomor 42 tahun 1999)

"Fidusia" adalah hak jaminan yang berupa penyerahan hak atas benda berdasarkan kepercayaan yang disepakati sebagai jaminan bagi pelunasan piutang kreditur.

3.       Hak Tanggungan : berupa benda tidak bergerak; dikuasai oleh kreditur seperti sertifikat rumah/tanah, kapal, akte hipotik.

4.       Hipotik : Berupa benda tak bergerak

Hipotek adalah suatu hak kebendaan atas barang tak bergerak yang dijadikan jaminan dalam pelunasan suatu perikatan.

Berlaku sesuai dg pasal 2 aturan peralihan UUD 1945 : “ Semua peraturan-peraturan yang ada sebelum tanggal 18 Agustus 1945 masih berlaku sampai saat ini dst, sebelum ada penggantinya;

 

Subyek Hukum :

1.       Orang Pribadi

2.       Badan Hukum : Yayasan, Perseroan Terbatas

 

Obyek Hukum : Benda dan Jasa

 

Untuk bentuk benda tidak bergerak penjualannya harus sama dengan yang tercantum dalam sertifikat dan orang yang sudah dewasa (berusia diatas 21 Tahun)

Pasal 330 BBW  : - Usia 21 Tahun

-    Sehat jasmani dan rohani

-    Memahami hak dan kewajiban

-    Janda dan Duda belum berumur 21 Th (sudah pernah menikah)

 

 

Berdasarkan penelitian mengenai perbedaan bank konvensional dan bank syariah, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1.       Bank Konvensional adalah lembaga perbankan yang menerapkan metode bunga dalam memberikan fasilitas (keuntungan) bagi nasabahnya. Bank Syariah adalah lembaga perbankan yang menerapkan metode bagi hasil untuk memberikan keuntungan bagi nasabahnya.

2.       Prinsip bagi hasil: Penentuan besarnya resiko bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung dan rugi, besarnya nisbah bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh, jumlah pembagian bagi hasil meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan, tidak ada yang meragukan keuntungan bagi hasil, bagi hasil tergantung kepada keuntungan proyek yang dijalankan. Jika proyek itu tidak mendapatkan keuntungan maka kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.

3.       Sistem bunga: Penentuan suku bunga dibuat pada waktu akad dengan pedoman harus selalu untung untuk pihak Bank, besarnya prosentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkanPenentuan suku bunga dibuat pada waktu akad dengan pedoman harus selalu untung untuk pihak Bank jumlah pembayaran bunga tidak mengikat meskipun jumlah keuntungan berlipat ganda saat keadaan ekonomi sedang baik, eksistensi bunga diragukan kehalalannya oleh semua agama termasuk agama Islam, pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi

 

Perbedaan bank Konvensional dan Bank Syariah

 

Bank Konvensional

Bank Syariah

Sistem bunga:

 

1.        Penentuan suku bunga dibuat pada waktu akad dengan pedoman harus selalu untung untuk pihak Bank;

2.        Besarnya prosentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan;

3.        Jumlah pembayaran bunga tidak mengikat meskipun jumlah keuntungan berlipat ganda saat keadaan ekonomi sedang baik;

4.        Eksistensi bunga diragukan kehalalannya oleh semua agama termasuk agama Islam;

5.        Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi

Prinsip bagi hasil:

 

1.    Penentuan besarnya resiko bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung dan rugi

2.    Besarnya nisbah bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh.

3.    Jumlah pembagian bagi hasil meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan

4.    Tidak ada yang meragukan keuntungan bagi hasil

5.    Bagi hasil tergantung kepada keuntungan proyek yang dijalankan. Jika proyek itu tidak mendapatkan keuntungan maka kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak

 

Keunggulan dan Kelemahan Bank Konvensional dan Bank Syariah

 

Bank Konvensional

Bank Syariah

Keunggulan :

 

1.        Metode bunga telah lama dikenal oleh masyarakat, sehingga bank konvensional lebih mudah menarik nasabah penyimpan dana sehingga lebih mudah mendapatkan modal. Besarnya prosentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan;

2.        Bank konvensional lebih kreatif dalam menciptakan produk-produk. Dengan metode yang telah teruji dan berpengalaman, bank konvensional lebih mengetahui permainan dasar perbankan dan mencari celah-celah baru dalam mengupayakan ekspansi;

3.        Nasabah penyimpan dana atau debitor yang telah terbiasa dengan metode bunga cenderung memilih bank konvensional daripada beralih ke metode bagi hasil yang relative baru;

4.        Banyaknya bank-bank konvensional, persaingan antar bank semakin menggairahkan yang dapat memacu manajemen untuk bekerja lebih baik;

5.        Dukungan peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah yang lebih mapan bagi bank konvensional, sehingga bank dapat bergerak lebih past

Keunggulan:

 

1.    Mekanisme bank syariah didasarkan pada prinsip efisiensi, keadilan dan kebersamaan.

2.    Tidak mudah dipengaruhi oleh gejolak moneter, seperti yang dijelaskan Errico: “Islamic banking appear to be better poised than conventional bank to absorb external shocks because of the structure of their balance sheets and the use of profit and loss sharing arrangements”

3.     Bank syariah lebih mandiri dalam penentuan kebijakan bagi hasilnya;

4.     Bank syariah relatif lebih mudah merespons kebijaksanaan pemerintah;

5.    Terhindar dari praktik Money Laundring.

6.    Metode bagi hasil tiodak mengenal diskriminasi terhadap nasabah yang didasarkan kemampuan ekonomi, sehingga aksebilitas bank syariah sangat luas. Persaingan antar bank berlaku secara wajar yang ditentukan dari keberhasilan dalam membina nasabah dengan profesionalisme dan memberi pelayanan yang terbaik.

Kelemahan :

 

1.        faktor manajemen, yang ditandai oleh inkosistensi penyaluran kredit, campur tangan pemilik yang berlebihan dan manajer yang tidak professional dalam bekerja;

2.        Kredit bermasalah, karena prosedur pemeberian kredit tidak dipatuhi dan penumpukan pemberian kredit pada grup sendiri dan kalangan tertentu;

3.        Praktik curang, seperti bank dalam bank dan transaksi fiktif;

4.       Praktik spekulasi yang terlalu ambisius dan tanpa perhitungan.

Kelemahan :

 

1.    Terlalu berprasangka baik pada semua nasabah dan berasumsi bahwa semua orang yang terlibat jujur dan dapat dipercaya, sehingga rawan terhadap itikad buruk.

2.    Metode bagi hasil memerlukan perhitungan yang rumit;

3.    Kekeliruan penilaian proyek berakibat lebih besar daripada bank konvensional;

4.    Produk-produk bank syariah belum bisa mengakomodasi kebutuhan masyarakat dan kurang kompetitif;

5.    Sumber daya manusia yang memiliki keahlian mengenai bank syariah masih sedikit.