Sebarkan Kebaikan, Sebarkan Kasih Sayang, Jalin Persaudaraan, Jalin Kebersamaan

Selasa, 10 Februari 2009

Ekonomi Islam UAS

Ekonomi Islam

Dosen : Drs. Dadang Darmadi, M.M.

 

 

Riba ada dua pengertian :

-          Berdasarkan bahasa yaitu tambahan, tumbuh, membesar

-          Menurut istilah teknis adalah pengambilan tambahan dari harga pokok/ modal secara batil, baik dalam transaksi jual beli maupun lainnya yang bertentangan dengan prinsip muamalah dalam islam.

 

Landasan hukum :

1.      Surat An Nisa ayat 29

29. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu[287]; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.

 

[287] Larangan membunuh diri sendiri mencakup juga larangan membunuh orang lain, sebab membunuh orang lain berarti membunuh diri sendiri, karena umat merupakan suatu kesatuan.

 

2.      Al Baqoroh ayat 188

188. dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.

 

3.      Ali Imron ayat 130

130. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba dengan berlipat ganda[228]] dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.

 

[228] Yang dimaksud Riba di sini ialah Riba nasi'ah. menurut sebagian besar ulama bahwa Riba nasi'ah itu selamanya haram, walaupun tidak berlipat ganda. Riba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. Riba nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya. Riba yang dimaksud dalam ayat ini Riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman jahiliyah.

 

4.      Al Baqoroh ayat 276

276. Allah memusnahkan Riba dan menyuburkan sedekah[177]. dan Allah tidak menyukai Setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa[178].

 

[177] Yang dimaksud dengan memusnahkan Riba ialah memusnahkan harta itu atau meniadakan berkahnya. dan yang dimaksud dengan menyuburkan sedekah ialah memperkembangkan harta yang telah dikeluarkan sedekahnya atau melipat gandakan berkahnya.

[178] Maksudnya ialah orang-orang yang menghalalkan Riba dan tetap melakukannya.

 

 

5.      Al Baqoroh ayat 275

 

275. orang-orang yang Makan (mengambil) riba[174] tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila[175]. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu[176] (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.

 

[174] Riba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. Riba nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya. Riba yang dimaksud dalam ayat ini Riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman jahiliyah.

[175] Maksudnya: orang yang mengambil Riba tidak tenteram jiwanya seperti orang kemasukan syaitan.

[176] Riba yang sudah diambil (dipungut) sebelum turun ayat ini, boleh tidak dikembalikan.

 

6.      Al Baqoroh ayat 278, 279, 280

 

278. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa Riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.

279. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.

280. dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh sampai Dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.

 

Allah dengan jelas dan tegas mengharamkan apapun jenis tambahan yang diambil dari pinjaman (Al Baqoroh ayat 278). Ayat ini merupakan ayat terakhir mengenai riba yang diturunkan.

 

Alasan yang membolehkan riba :

 

Meskipun ayat-ayat Alqur’an dan hadist tentang riba sudah jelas dan sahih, namun diantara pakar ekonomi islam, ada yang berargumen bahwa riba itu boleh dengan alasan :

1.       Setiap tambahan adalah bukan penghisapan, penganiayaan, kekerasan, tetapi dilakukan atas dasar suka sama suka.

2.       Dalam keadaan darurat, bunga halal hukumnya

3.       Hanya bunga yang berlipat ganda saja yang haram hukumnya ( Ali Imron ayat 130)

4.       Bank sebagai lembaga tidak masuk ke dalam kategori  ayat-ayat tentang hukum riba.

5.       Nabi pernah mengembalikan unta pinjamannya dengan unta yang lebih gemuk dan berumur dengan sukarela/ikhlas, padahal sebelumnya tidak disarankan demikian.

 

 

Keterangan tentang darurat :

 

Pengertian darurat : dari Imam Suyuti mengatakan bahwa pengertian darurat adalah suatu keadaan emergensi dimana jika seseorang tidak melakukan suatu tindakan dengan cepat akan membawa penderitaan, kesengsaraan bahkan kematian.

Darurat asal muasalnya timbul dari masalah makan minum. Dalam Surat Al Baqoroh ayat 173 :

 

173. Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah[108]. tetapi Barangsiapa dalam Keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

 

[108] Haram juga menurut ayat ini daging yang berasal dari sembelihan yang menyebut nama Allah tetapi disebut pula nama selain Allah.

 

Sesuai dengan ayat diatas, para ulama memutuskan kaidah bahwa darurat harus dibatasi sesuai dengan :

1.       Kadarnya (Volume/jumlah)

2.       Waktunya/keadaannya

3.       Situasi dan kondisinya

 

Nisbah adalah perbandingan keuntungan atas dasar bagi hasil dalam persentase antara bank dan nasabah

 

Perbedaan antara Investasi dengan membungakan uang

 

Dalam Investasi dan membungakan uang :

1.       Investasi adalah menjalankan kegiatan usaha yang mengandung risiko, karena berhadapan dengan unsur-unsur ketidakpastian, sedangkan dalam membungakan uang hal tersebut tidak ada;

2.       Didalam Investasi, pengembaliannya tidak pasti. Sedangkan dalam sistem membungakan uang, pengembaliannya berupa bunga pasti;

3.       Islam mendorong masyarakat ke arah usaha yang produktif  sedangkan dalam membungakan uang akan menambah ongkos produksi dll;

4.       Didalam berinvestasi hendaklah disertai dengan niat sebagai ibadah, sedangkan dalam membungakan uang, orientasinya dalah uang;

5.       Dalam Investasi hendaklah yang halal saja, sedangkan dalam sistem bunga, halal dan haram semuanya dilakukan.

 

 

Perbandingan antara bunga dan bagi hasil

 

Persamaannya :

Sama-sama mendapat keuntungan, walaupun bagi hasil kadang-kadang ada kerugian.

 

Perbedaannya:

1.       Dalam bunga, penentuannya dibuat pada waktu akad dengan asumsi selalu untung. Sedangkan pada bagi hasil, penentuanbesarnya rasio artinya nisbah keuntungan bagi hasil dibuat waktu akad dengan pedoman kemungkinan besar untung, kemungkinan kecil rugi.

2.       Pada bunga, besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang/modal yang dipinjam, sedangkan pada bagi hasil, besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah untung yang didapat. Makin besar yang dikelola, maka makin besar bagi hasilnya.

3.       Pembayaran bunga tetap seperti perjanjian tanpa ada pertimbangan lagi proyek itu untung atau rugi. Sedangkan pada bagi hasil volume/jumlah bagi hasil bergantung pada keuntungan produksi yang dijalankan. Namun apabila ada kerugian, ditanggung kedua belah pihak.

4.       Pada sistem bunga, jumlah pembayaran bunga tidak meningkat meskipun keuntungan naik. Sedangkan pada sistem bagi hasil, jumlah keuntungan meningkat sesuai dengan jumlah pendapatan.

5.       Eksistensi bunga diragukan kebenarannya oleh semua agama. Sedangkan bagi hasil tidak ada yang meragukan keabsahannya.

 

Dalam transaksi simpan pinjam dana secara konvensional, pemberi pinjaman mengambil tambahan dalam bentuk bunga, tanpa adanya suatu penyeimbang/ganti yang diterima oleh si peminjam kecuali dua hal, yaitu adanya/diberinya kesempatan untuk menggunakan/meminjam dan waktu yang berjalan selama proses peminjaman.

 

Jelas kelihatan tidak ada keadilan karena anggapannya adalah si peminjam harus, tidak boleh tidak, diwajibkan, mutlak pasti untung. Akan tetapi pemberi pinjaman lupa bahwa dana tersebut tidak akan berkembang dengan sendirinya, akan tetapi harus ingat adanya faktor-faktor lain seperti :

1.       Kemampuan yang menjalankan;

2.       Pengusahaannya/mempergunakannya

3.       Adanya fluktuasi pasar;

4.       Adanya pengaruh stabilitas (Ipolesosbudhankam)

 

Larangan-larangan Riba :

 

Dalam Al Quran ayat-ayat mengenai larangan riba diturunkan secara bertahap yakni :

1.       Menolak anggapan bahwa pinjaman riba yang pada zahirnya seolah-olah menolong atau sebagai suatu taqorrub(pendekatan diri kepada tuhan) namun pada akhirnya menyusahkan, menyengsarakan, menyakitkan. Mudhorotnya lebih besar daripada manfaatnya. Alquran Surat Ar Ruum ayat 39.

 

39. dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar Dia bertambah pada harta manusia, Maka Riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).

 

Dari ayat ini Allah melanjutkan kebenciannya.

2.       Riba digambarkan sebagai sesuatu yang buruk (karenanya jangan dilakukan) Allah mengancam akan memberikan balasan yang keras kepada orang Yahudi yang memakan Riba. Al Quran Surat An Nisa Ayat 160 dan 161)

 

160. Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah,

161. dan disebabkan mereka memakan riba, Padahal Sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.

 

Dalam ayat tersebut Allah melanjutkan/mengancam dengan siksa yang pedih.

3.       Riba diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yag berlipat ganda ( Ali Imran Ayat 130). Ayat inilah yang sering dikatakan dipakai dalil oleh mereka yang pro riba dan mereka yang kontra riba. Diistilahkan dengan ayat riba bagaikan mata pedang bermata dua, satu sisi melarang riba, tapi bagi orang yang menyetujui riba juga menggunakan ayat ini.

 

Contoh soal :

A mempunyai  rekening giro Rp. 1.000.000, diasumsikan total saldo rata-rata giro tersebut Rp. 200.000.000. Keuntungan yang diperoleh oleh semuanya Rp. 6.000.000 (semuanya dalam bulan)

Pertanyaan :

Berapa nasabah akan mendapat keuntungan/bonus, berapa keuntungan/bonus dana nasabah selama 1 tahun, apabila bank memberikan bonus 25%

 

JAWAB :

1.000.000/2.000.000 x 6.000.000 x 25% = Rp. 7.500 per bulan

Bonus selama satu tahun = 7.500 x 12 = Rp.90.000

 

 

Soal-soal lain :

1.       Fulan menabung sebesar Rp. 5.000.000 di Bank konvensional, dengan bunga 6% per tahun. Berapa keuntungan selama 6 bulan ?

 

Jawab :

5.000.000 x 6% = 150.000 (keuntungan bruto)

          2

 

2.       A punya sistem tabungan Mudharobah. A menabung di bank islam Rp. 500.000. Diasumsikan bahwa seluruh tabungan mudharobah di bank yang bersangkutan adalah Rp. 100.000.000, sedangkan keuntungan pengelolaan bank diasumsikan Rp. 3.000.000 dan nisbah antara bank dan nasabah adalah 50% : 50%.

Pertanyaanya : Berapa keuntungan A selama 3 bulan ?

 

Jawab :

500.000/100.000.000 x 3.000.000 x 50% x 3 = Rp. 22.500 (keuntungan bruto)

 

Keuntungan setelah pajak, jika pajak 20% dan biaya administrasi 1%

Net profit    = 22.500 - [(22.500 x 20 %) + (22.500 x 1%)]

                  = 22.500 - (4.500 + 225)

                  = 17.775

 

3.       B mendepositokan uangnya di Bank Islam sebesar Rp. 1.000.000. Diasumsikan bahwa seluruh deposito di bank yang bersangkutan adalah Rp. 250.000.000, sedangkan keuntungan pengelolaan bank dari deposito diasumsikan Rp. 6.000.000 dan nisbah antara bank dan nasabah adalah 30% : 70%.

Pertanyaanya : Berapa keuntungan dana bagi hasil tersebut perbulan ?

 

 

Jawab :

1.000.000/250.000.000 x 6.000.000 x 70% = Rp. 16.800 (keuntungan bruto)

 

4.       A dab B sama-sama mendepositokan uangnya Rp. 1.000.000. Diasumsikan total dana dana deposito di bank Rp. 250.000.000. Diasumsikan pula keuntungan yang diperoleh dari dana deposito Rp. 6.000.000. Nisbah antara nasabah dengan bank = 70% : 30%

 

Pertanyaan : Berapa keuntungan/bagi hasil selama 3 bulan B bila modal A berbanding modal B adalah 4 : 6 ?

Net profit jika pajak 10% dan biaya administrasi 1%?

 

Jawab :

1.000.000/250.000.000 x 6.000.000 x 70% x 3 bulan= Rp. 50.400

Keuntungan B : Rp. 50.400 x 4/6 = Rp.33.600 (bruto)

 

Net profit bagi A + B  = 50.400 - [(50.400 x 10 %) + (50.400 x 1%)]

                              = 50.400 - (5.040 + 504)

                              = 44.856

 

 

Bank Syariah Vs Bank Konvensional

 

Perbedaan antara bank syariah dan bank konvensional terdiri dari segi perbedaan falsafah, konsep pengelolaan dana nasabah, kewajiban tentang zakat dan struktur oraganisasinya. Keempat segi ini dapat dijabarkan sebagai berikut:

 

1.      Perbedaan Falsafah,

Perbedaan pokok antara bank konvensional dengan bank syariah terletak pada landasan falsafah yang dianutnya. Bank syariah tidak melaksanakan sistem bunga dalam seluruh aktivitasnya sedangkan bank kovensional justru kebalikannya. Hal inilah yang menjadi perbedaan yang sangat mendalam terhadap produk-produk yang dikembangkan oleh bank syariah, dimana untuk menghindari sistem bunga maka sistem yang dikembangkan adalah jual beli serta kemitraan yang dilaksanakan dalam bentuk bagi hasil.

 

2.      Konsep Pengelolaan Dana Nasabah

Dalam sistem bank syariah dana nasabah dikelola dalam bentuk titipan maupun investasi. Cara titipan dan investasi jelas berbeda dengan deposito pada bank konvensional dimana deposito merupakan upaya mem-bungakan uang. Konsep dana titipan berarti kapan saja si nasabah membutuhkan, maka bank syariah harus dapat memenuhinya, akibatnya dana titipan menjadi sangat likuid. Likuiditas yang tinggi inilah membuat dana titipan kurang memenuhi syarat suatu investasi yang membutuhkan pengendapan dana. Karena pengendapan dananya tidak lama alias cuma titipan maka bank boleh saja tidak memberikan imbal hasil. Sedangkan jika dana nasabah tersebut diinvestasikan, maka karena konsep investasi adalah usaha yang menanggung risiko, artinya setiap kesempatan untuk memperoleh keuntungan dari usaha yang dilaksanakan, didalamnya terdapat pula risiko untuk menerima kerugian, maka antara nasabah dan banknya sama-sama saling berbagi baik keuntungan maupun risiko.

 

3.      Kewajiban mengelola zakat

Bank syariah diwajibkan menjadi pengelola zakat yaitu dalam arti wajib membayar zakat, menghimpun, mengadministrasikannya dan mendistribusikannya. Hal ini berbeda dengan bank konvensional yang tidak memiliki kewajiban tersebut.

 

4.      Struktur oraganisasi

Di dalam struktur organisasi suatu bank syariah diharuskan adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS). DPS bertugas mengawasi segala aktifitas bank agar selalu sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. DPS ini dibawahi oleh Dewan Syariah Nasional (DSN). Berdasarkan laporan dari DPS pada masing-masing lembaga keuangan syariah, DSN dapat memberikan teguran jika lembaga yang bersangkutan menyimpang. DSN juga dapat mengajukan rekomendasi kepada lembaga yang memiliki otoritas seperti Bank Indonesia dan Departemen Keuangan untuk memberikan sanksi.

 

Prospek Sang Pemenang

Berbicara masalah prospek antara bank syariah dengan bank konvensional dapat dikatakan bahwa bank syariah memiliki prospek yang lebih baik dan lebih menjanjikan dibanding bank konvensional, meskipun saat ini perbankan di Indonesia masih didominasi oleh bank-bank konvensional. Hingga awal tahun 2008 ini persentase aset bank syariah dalam perbankkan Indonesia yang mencapai 1.7 % memang masih terlampau kecil dibandingkan asset bank konvensional. Namun menurt salah seorang Deputi Gubernur Bank Indonesia, Siti CH Fadjrijah, prospek bank syariah adalah sangat baik sebab bank syariah telah terbukti tidak terpengaruh oleh gejolak perekonomian global serta krisis ekonomi yang pernah melanda Indonesia, hal ini karena bank syariah lebih memfokuskan diri pada sektor ekonomi-ekonomi kecil atau Usaha Kecil Menengah (UKM), sector yang cenderung enggan dilirik oleh bank-bank konvensional.

Diharapkan dengan semakin bekembangnya perbankan syariah di Indonesia maka bank-bank syariah dapat menjadi pilihan utama dan bukan lagi menjadi alternatif bagi masyarakat untuk mengelola dananya di sektor perbankan. Selain itu diharapakn juga kedepannya perbankan syariah mampu bersaing dan mengungguli perbankan konvensional yang ada saat ini.

 

 

PERBEDAAN ANTARA ZAKAT DAN PAJAK


Oleh

Prof. DR Abdullah bin Muhammad Ath-Thayyar

 

1.       Zakat : Adalah hak yang wajib pada harta tertentu, untuk orang-orang tertentu, dikeluarkan pada masa tertentu, untuk mendapatkan keridhaan Allah, membersihkan diri, harta serta masyarakat. Sedangkan Pajak : Adalah beban yang ditetapkan pemerintah, yang dikumpulkan sebagai keharusan dan dipergunakan untuk menutupi anggaran umum pada suatu segi. Dan pada segi lain, untuk memenuhi tujuan-tujuan perekonomian, kemasyarakatan, politik, serta tujuan-tujuan lainnya yang dicanangkan oleh negara.

2.       Zakat, ditunaikan dengan maksud ibadah (taqarrub) kepada Allah. Sedangkan nilai (makna) demikian ini tidak terpenuhi pada Pajak. Karena Pajak hanya bersifat keharusan yang ditetapkan oleh negara.

3.       Zakat, adalah kewajiban yang ditetapkan langsung kadar ukurannya oleh syari’at, tanpa memberi peluang bagi hawa nafsu dan keinginan pribadi manusia untuk ikut dalam menetapkannya.
Sedangkan Pajak, ditetapkan oleh pemerintah, yang kadarnya dapat ditambah kapan saja, manakala pemerintah menginginkannya sesuai kepentingan maslahat pribadi dan masyarakat.

4.       Zakat, telah ditetapkan tempat penyalurannya oleh syari’at. Bahwa golongan yang berhak menerima zakat telah ditetapkan langsung oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Adapun Pajak, hanya dikumpulkan dalam kas negara, dan dibelanjakan menurut kepentingan yang berbeda-beda.

5.       Zakat, merupakan kewajiban yang sudah ditetapkan dan bersifat kekal selama di bumi ini ada agama Islam dan ada kaum muslimin. Adapaun Pajak, maka tidak memiliki sifat tetap dan kekekalan, baik dari segi jenisnya, ukuran minimal wajibnya, kadarnya, maupun tempat pembelanjaannya.

 

 

Dinukil dari Kitab Az-Zakat hal. 75-80 oleh Prof. DR Abdullah bin Muhammad Ath-Thayyar, Penerjemah Ustadz M.Dahri, Majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun VII/1424H/2003M



BOLEHKAH PAJAK MENGGANTIKAN ZAKAT?


Oleh
Lajnah Da’imah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta


Pertanyaan.
Lajnah Da’imah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta ditanya : Bagaimana pendapat Komite Fatwa tentang seorang muslim yang telah menentukan zakatnya, bolehkah ia menggunakan zakat itu untuk membayar pajak? Sah ataukah tidak?

Jawaban
Pajak harta yang dibayarkan si pemilik harta, tidak boleh dianggap zakat harta yang wajib dizakati. Akan tetapi, ia wajib mengeluarkan zakat yang diwajibkan, dan menyerahkannya kepada yang berhak secara syar’i, seperti yang telah dinashkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firmanNya.


“Artinya : Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang yang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang untuk jalan Allah, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan. Sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah, Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” [At-Taubah : 60]


Wabillaahit Taufiq. Dan mudah-mudahan Allah senantiasa melimpahkan kesejahteraan dan keselamatan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan para sahabatnya.

 

 

 

HAKIKAT PAJAK DAN ZAKAT

 

Jika dilihat secara cermat memang ada persamaan antara zakat dan pajak, tetapi disisi lain banyak juga perbedaannya. Pajak ialah kewajiban yang ditetapkan terhadap wajib pajak, yang harus disetorkan kepada negara sesuai dengan ketentuan, tanpa mendapat prestasi kembali dari negara dan hasilnya untuk membiayai pengeluaranpengeluaran umumdi satu pihak dan untuk merealisir sebagian tujuan ekonomi, sosial, politik dan tujuan-tujuan lain yang ingin dicapai negara.

Zakat ialah hak tertentu yang diwajibkan Allah SWT terhadap kaum Muslimin yang diperuntukkan bagi mereka, yang dalam Quran disebut kalangan fakir miskin dan mustahik lainnya, sebagai tanda syukur atas nikmat Allah SWT dan untuk mendekatkan diri kepadaNya, serta untuk membersihkan diri dan hartanya.

 

Menurut Dr.Yusuf Al-Qaradawi dalam ulasannya Sari Penting Kitab Fikih Zakat, Dapat dipetik beberapa titik persamaan antara zakat dan pajak :

1.      Adanya unsur paksaan untuk mengeluarkan, Bersifat wajib dan mengikat atas harta penduduk suatu negeri, apabila melalaikannya terkena sanksi.

2.      Keduanya disetorkan kepada lembaga pemerintah (dalam zakat dikenal amil zakat), Zakat dan pajak harus disetorkan kepada lembaga resmi agar tercapai efisiensi penarikan keduanya dan alokasi penyalurannya. Dalam pemerintahan Islam zakat dan pajak dikelola oleh negara

3.      Pemerintah tidak memberikan imbalan tertentu kepada si pemberi.

4.      Mempunyai tujuan kemasyarakatan, ekonomi dan politik disamping tujuan keuangan, Dari sisi tujuan ada kesamaan keduanya yaitu untuk menyelesaikan problem ekonomi dan mengentaskan kemiskinan yang terdapat di masyarakat.

 

Adapun segi perbedaannya :

1.       Dari segi nama dan etiketnya yang memberikan motivasi yang berbeda. Zakat : suci, tumbuh. Pajak (dharaba) : upeti.

2.       Mengenai hakikat dan tujuannya

Zakat juga dikaitkan dengan masalah ibadah dalam rangka pendekatan diri kepada Allah.

3.       Mengenai batas nisab dan ketentuannya.

Nisab zakat sudah ditentukan oleh sang Pembuat Syariat, yang tidak bisa dikurangi atau ditambah-tambahi oleh siapapun juga. Sedangkan pada pajak bisa hal ini bisa berubah-ubah sesuai dengan policy pemerintah.

4.       Mengenai kelestarian dan kelangsungannya

Zakat bersifat tetap dan terus menerus, sedangkan pajak bisa berubah-ubah.

5.       Mengenai pengeluarannya

Sasaran zakat telah terang dan jelas. Pajak untuk pengeluaran umum negara.

6.       Hubungannya dengan penguasa

Hubungan wajib pajak sangat erat dan tergantung kepada penguasa. Wajib zakat berhubungan dengan Tuhannya. Bila penguasa tidak berperan, individu bisa mengeluarkannya sendiri-sendiri.

7.       Maksud dan tujuan. Zakat memiliki tujuan spiritual dan moral yang lebih tinggi dari pajak.

 

Berdasarkan point-point di atas dapatlah dikatakan bahwa "zakat adalah ibadat dan juga pajak sekaligus". Karena sebagai pajak, zakat merupakan kewajiban berupa harta yang pengurusannya dilakukan oleh negara. Bila seseorang tidak mau membayarnya sukarela, Negara memintanya secara paksa kemudian hasilnya digunakan untuk membiayai proyek-proyek untuk kepentingan masyarakat.

Secara singkat dapat kita lihat perbedaan zakat dan pajak dalam tabel berikut ini :

Perbedaan

Zakat

Pajak

Keterangan

Nama Berarti

bersih, bertambah dan berkembang

Utang, pajak, upeti

Seseorang yang membayar zakat hartanya menjadi bersih dan berkah tidak demikian dengan pajak

Dasar Hukum

Al Qur'an dan As Sunnah

Undang-undang suatu negara

Pembayaran zakat bernilai ibadah dan pendekatan diri kepada Allah sedangkan dalam membayar pajak hanya melaksanakan kewajiban warga negara

Nishab dan Tarif

Ditentukan Allah dan bersifat mutlak

Ditentukan oleh negara dan yang bersifat relatif, Nishab zakat memiliki ukuran tetap sedangkan pajak berubah-ubah sesuai dengan neraca anggaran negara

 

Sifat

Kewajiban bersifat tetap dan terus menerus

Kewajiban sesuai dengan kebutuhan dan dapat dihapuskan

 

Subyek

Muslim

Semua warga negara

 

Obyek Alokasi Penerima

Tetap 8 Golongan

Untuk dana pembangunan dan anggaran rutin

 

Harta yang Dikenakan

Harta produktif

Semua Harta

 

Syarat Ijab Kabul

Disyaratkan

Tidak Disyaratkan

 

Imbalan

Pahala dari Allah dan janji keberkahan harta

Tersedianya barang dan jasa publik

 

Sanksi

Dari Allah dan pemerintah Islam

Dari Negara

 

Motivasi Pembayaran

Keimanan dan ketakwaan kepada Allah Ketaatan dan ketakutan pada negara dan sanksinya

ada pembayaran pajak dimungkinkan adanya manipulasi besarnya jumlah harta wajib pajak dan hal ini tidak terjadi pada zakat

 

Perhitungan

Dipercayakan kepada Muzaki dan dapat juga dengan bantuan Selalu menggunakan jasa akuntan pajak

 

 

 

 

 

 

 

 

 

2 komentar:

  1. Nama saya adalah Cynthia Johnson. kita hipotek, pinjaman rumah, kredit mobil, pinjaman Hotel, tawaran komersial Umum Mr John Carlson, orang harus memperbarui semua situasi keuangan di dunia / perusahaan untuk membantu mereka yang terdaftar pemberi pinjaman uang pinjaman pribadi, kredit konstruksi, rendah suku bunga 2% dll kredit modal, pinjaman usaha dan pinjaman kredit buruk bekerja, Memulai. Kami membiayai proyek di tangan dan perusahaan Anda / mitra dan saya juga ingin menawarkan pinjaman pribadi untuk klien mereka. hubungi kami melalui e-mail untuk informasi lebih lanjut: cynthiajohnsonloancompany@gmail.com

    BalasHapus