Bab I PENGERTIAN, TUJUAN DAN PRINSIP-PRINSIP EKONOMI ISLAM
A. Pengertian Ekonomi Islam
Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku muslim (yang beriman) dalam suatu masyarakat Islam yang mengikuti Al-Qur’an, Hadis Nabi Muhammad SAW, ijma, dan qiyas.
B. Tujuan Ekonomi Islam
Segala Aturan yang Allah Swt turunkan dalam sistem Islam mengarah pada tercapainya kebaikan, kesejahteraan, keutamaan serta menghapukan kejahatan, kesengsaraan, kerugian pada seluruh ciptaan-Nya. Demikian pula dalam hal ekonomi, tujuannya adalah membantu manusia mencapai kemenangan di dunia dan di akhirat.
Seorang fuqaha asal Mesir yakni Prof. Muhammad Abu Zahrah mengatakan ada 3 sasaran hukum Islam yang menunjukkan Syariat Islam diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia. 3 sasaran itu antara lain :
1. Penyucian jiwa agar setiap muslim bisa menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat dan lingkungannya.
2. Tegaknya keadilan dalam masyakat. Keadilan yang dimaksud mencakup aspek kehidupan di bidang hukum, muamalah.
3. Tercapainya maslahah (merupakan puncaknya)
Para ulama menyepakati bahwa maslahah yang menjadi puncak sasaran di atas meliputi 5 jaminan dasar, yakni :
· Keselamatan keyakinan agama (al-din)
· Keselamatan jiwa (al-nafs)
· Keselamatan akal (al-aql)
· Keselamatan keluarga dan keturunan (al-nafsl)
· Keselamatan harta benda (al-mal)
C. Prinsip-prinsip Ekonomi Islam
Enam Prinsip Ekonomi Islam :
1. Berbagai jenis sumberdaya dipandang sebagai pemberian atau titipan Allah
Swt kepada manusia.
2. Islam mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu,
3. Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerja sama.
4. Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh segelintir orang saja.
5. Ekonomi Islam menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan untuk kepentingan banyak orang.
6. Seorang Muslim harus takut kepada Allah Swt dan hari penentuan di akhirat nanti.
Bab II PENGAWASAN SYARIAH
A. Dewan Syariah Nasional
Dewan Syariah merupakan sebuah lembaga yang berperan dalam menjamin ke- Islaman keuangan syariah di seluruh dunia. Di Indonesia, peran ini dijalankan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tahun 1998 dan dikukuhkan oleh SK Dewan Pimpinan MUI No. Kep-754/MUI/II/1999 tanggal 10 Februari 1999.
1. Tugas dan Wewenang
Tugas :
a. Menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan sektor keuangan pada khususnya, termasuk usaha bank, asuransi, dan reksa dana.
b. Mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa keuangan syariah.
Wewenang :
a. Mengeluarkan fatwa yang mengikat DPS pada masing-masing lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar tindakan hukum pihak terkait.
b. Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan/peraturan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang seperti Departemen Keuangan dan BI.
c. Memberikan rekomendasi dan atau mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk sebagai DPS pada suatu lembaga keuangan syariah.
d. Mengundang para ahli untuk menjelaskan suatu masalah yang diperlukan dalam pembahasan ekonomi syariah termasuk otoritas moneter/lembaga keuangan dalam dan luar negeri.
e. Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN.
f. Mengusulkan kepada instansi yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila peringatan tidak diindahkan.
2. Mekanisme Kerja
Mekanisme Kerja :
a. DSN mengesahkan rancangan fatwa yang diusulkan oleh Badan Pelaksana
Harian DSN
b. DSN melakukan rapat pleno paling tidak satu kali dalam tiga bulan, atau bilamana diperlukan.
c. Setiap tahunnya membuat suatu pernyataan yang dimuat dalam laporan tahunan (annual report) bahwa lembaga keuangan syariah yang bersangkutan telah/tidak memenuhi segenap ketentuan syariah sesuai dengan fatwa yang dikeluarkan oleh DSN.
B. Dewan Pengawas Syariah
Berdasarkan Surat Keputusan DSN No. 3 tahun 2000, dijelaskan bahwa Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah bagian dari Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang bersangkutan, dimana penempatannya atas persetujuan DSN.
1. Fungsi DPS
a. Melakukan pengawasan secara periodik pada LKS yang berada di bawah pengawasannya.
b. Berkewajiban mengajukan usul-usul pengembangan LKS kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada DSN.
c. Melaporkan perkembangan produk dan operasional LKS yang diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun anggaran.
d. Merumuskan permasalahan-permasalahan yang memerlukan pembahasan
DSN.
2. Struktur DPS
a. Kedudukan DPS dalam struktur perusahaan berada setingkat dengan fungsi komisaris sebagai pengawas direksi.
b. Jika fungsi komisaris adalah pengawas dalam kaitan dengan kinerja manajemen, maka DPS melakukan pengawasan kepada manajemen dalam kaitan dengan implementasi sistem dan produk-produk agar tetap sesuai dengan syariah Islam.
c. Bertanggung jawab atas pembinaan akhlak seluruh karyawan berdasarkan sistem pembinaan ke-Islaman yang telah diprogramkan setiap tahunnya.
d. Ikut mengawasi pelanggaran nilai-nilai Islam di lingkungan perusahaan tersebut..
e. Bertanggung jawab atas seleksi syariah karyawan baru yang dilaksanakan oleh Biro Syariah
3. Keanggotaan DPS
a. Setiap LKS harus memiliki setidaknya tiga orang anggota DPS.
b. Salah satu dari jumlah tersebut ditetapkan sebagai ketua.
c. Masa tugas keanggotaan DPS adalah 4 (empat) tahun dan akan mengalami pergantian antar waktu apabila meninggal dunia, minta berhenti, diusulkan oleh LKS yang bersangkutan, atau telah merusak citra DSN.
4. Mekanisme Kerja
Mekanisme Kerja :
a. DPS melakukan pengawasan secara periodik pada lembaga keuangan syariah yang berada di bawah pengawasannya.
b. DPS berkewajiban mengajukan usul-usul pengembangan lembaga keuangan syariah kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada DSN.
c. DPS melaporkan perkembangan produk dan operasional lembaga keuangan syariah yang diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya dua kali dalam satu tahun anggaran.
d. DPS merumuskan permasalahan-permasalahan yang memerlukan pembahasan DSN.
Bab VI PEGADAIAN SYARIAH
A. Rukun dan Syarat Transaksi Gadai
Secara umum syarat syah dan rukun dalam menjalankan transaksi gadai adalah sebagai berikut :
1. Rukun Gadai
a. Ada Ijab dan qabul (shigat)
b. Terdapat orang yang berakad adalah yang menggadaikan (rahin) dan yang menerima gadai (murtahin)
c. Ada jaminan (marhun) berupa barang / harta d. Utang (marhun bih)
2. Syarat Syah Gadai
a. Shigat
Shigat tidak boleh terkait dengan masa yang akan dating dan syarat tertentu. Misalnya, jika masa waktu utang telah habis dan belum terbayar, maka rahn dapat diperpanjang selama 1 bulan. Jika syarat yang dimaksud justru mendukung berjalannya akad, maka diperbolehkan. Misalnya pihak penerima gadai meminta agar proses akad diikuti 2 orang saksi.
b. Orang yang berakad.
Pihak yang berakad harus memiliki kecakapan dalam melakukan tindakan hukum, berakal sehat, sudah baligh serta mampu melaksanakan akad.
c. Barang yang dijadikan pinjaman
1) Harus berupa barang / harta yang nilainya seimbang dengan utang serta dapat dijual
2) Dapat dimanfaatkan serta memiliki nilai
3) Harus spesifik dan jelas
4) Dimiliki oleh orang yang menggadaikan secara syah
5) Tidak tersebar dalam beberapa tempat dan dalam kondisi utuh
d. Utang (marhun bih)
1) Wajib dikembalikan kepada murtahin (yang menerima gadai)
2) Dapat dimanfaatkan
3) Jumlahnya dapat dihitung
B. Hak dan Kewajiban Pihak yang Berakad
1. Penerima Gadai (Murtahin) Hak :
a. Apabila rahin tidak dapat memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo,
murtahin berhak untuk menjual marhun
b. Untuk menjaga keselamatan marhun, pemegang gadai berhak mendapatkan penggantian biaya yang dikeluarkan
c. Pemegang gadai berhak menahan barang gadai dari rahin, selama pinjaman belum dilunasi
Kewajiban :
a. Apabila terjadi sesuatu (hilang ataupun cacat) terhadap marhun akibat dari kelalaian, maka murtahin harus bertanggung jawab.
b. Tidak boleh mengguanakan marhun untuk kepentingan pribadi.
c. Sebelum diadakan pelelangan marhun, harus ada pemberitahuan kepada
rahin.
2. Pemberi Gadai (Rahin)
Hak :
a. Setelah pelunasan pinjaman, rahin berhak atas barang gadai yang ia serahkan kepada murtahin.
b. Apabila terjadi kerusakan atau hilangnya barang gadai akibat kelalaian
murtahin, rahin menuntut ganti rugi atas marhun.
c. Setelah dikurangi biaya pinjaman dan biaya-biaya lainnya, rahin berhak menerima sisa hasil penjualan marhun.
d. Apabila diketahui terdapat penyalahgunaan marhun oleh murtahin, maka
rahin berhak untuk meminta marhun-nya kembali.
Kewajiban :
a. Melunasi pinjaman yang telah diterima serta biaya-biaya yang ada dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
b. Apabila dalam jangka waktu yang telah ditentukan rahin tidak dapat melunasi pinjamannya, maka harus merelakan penjalan atas marhun miliknya.
C. Akad Perjanjian Transaksi Gadai
Dalam transaksi gadai terdapat 4 akad untuk mempermudah mekanisme perjanjiannya, 4 akad tersebut adalah :
1. Qard al-Hasan
Akad ini digunakan nasabah untuk tujuan konsumtif. Oleh karena itu nasabah (rahin) akan dikenakan biaya perawatan dan penjagaan barang gadaian (marhun) kepada pegadaian (murtahin)
Ketentuannya :
- Barang gadai hanya dapat dimanfaatkan dengan jalan menjual, seperti emas, elektronik, dll.
- Karena bersifat sosial, maka tidak ada pembagian hasil. Pegadaian hanya diperkenankan untuk mengenakan biaya administrasi kepada rahin.
2. Mudharabah
Akad ini diberikan bagi nasabah yang ingin memperbesar modal usahanya atau untuk pembiayaan lain yang bersifat produktif.
Ketentuannya :
- Barang gadai dapat berupa barang bergerak maupun barang tidak bergerak seperti : emas, elektronik, kendaraan bermotor, tanah, rumah, bangunan, dll.
- Keuntungan dibagi setelah dikurangi dengan biaya pengelolaan marhun.
3. Ba’i Muqayyadah
Akad ini diberikan bagi nasabah untuk keperluan yang bersifat produktif. Seperti pembelian alat kantor, modal kerja. Dalam hal ini murtahin juga dapat menggunakan akad jual-beli untuk barang atau modal kerja yang diinginkan oleh rahin. Barang gadai adalah barang yang dapat dimanfaatkan oleh rahin maupun murtahin.
4. Ijarah
Obyek dari akad ini adalah pertukaran manfaat tertentu. Bentuknya adalah
murtahin menyewakan tempat penyimpanan barang.
D. Mekanisme Operasional Pegadaian Syariah
Teknis pelaksanaan kegiatan pegadaian syariah adalah sebagai berikut :
1. Jenis barang yang digadaikan
a. Perhiasan : emas, perak, intan, mutiara dan sejenisnya
b. Alat-alat rumah tangga, dapur, makan-minum, kebun, dan sejenisnya
c. Kendaraan seperti : sepeda ontel, motor, mobil dan sebagainya
2. Biaya-biaya
a. Biaya adminstrasi pinjaman
Untuk transaksi pinjaman ditetapkan sebesar Rp 50,- untuk setiap kelipatan pinjaman Rp 5.000,-. Biaya ini hanya dikenakan 1 kali di awal akad.
b. Jasa simpanan
Besarnya tarif ditentukan oleh :
1) Nilai taksiran barang
2) Jangka waktu ditetapkan 90 hari dengan
3) Perhitungan simpanan setiap kelipatan 5 hari. Berlaku pembulatan ke atas (1 – 4 hari dianggap 5 hari).
Ketentuan barang :
1) Perhiasan
Biayanya sebesar Rp 90,- per 10 hari. Total biaya dilakukan pembulatan Rp 100 terdekat (0 – 50 dianggap 0; > 51 – 100 dibulatkan Rp100,-)
2) Barang elektronik, alat rumah tangga
Biayanya sebesar Rp 95,- per 10 hari.
3) Kendaraan bermotor
Biayanya sebesar Rp 100,- per 10 hari.
3. Sistem cicilan atau perpanjangan
Nasabah (rahin) dapat melakukan cicilan dengan jangka waktu 4 bulan. Jika belum dapat melunasi dalam waktu tersebut, maka rahin dapat mengajukan permohonan serta menyelesaikan biayanya. Lamanya waktu perpanjangan adalah + 4 bulan. Jika nasabah masih belum dapat mengembalikan pinjamannya, maka marhun tidak dapat diambil.
4. Ketentuan pelunasan pinjaman dan pengambilan barang gadai
Gol | Besarnya Taksiran | Nilai Taksiran | Biaya Administrasi | Tarif Jasa Simpanan | Kelipatan |
A | 100.000 – 500.000 | 500.000 | 5000 | 45 | 10 |
B | 510.000 – 1.000.000 | > 500.000 – 1.000.000 | 6000 | 225 | 50 |
C | 1.050.000 – 5.000.000 | > 1.000.000 – 5.000.000 | 7.500 | 450 | 100 |
D | 5.050.000 – 10.000.000 | > 5.000.000 – 10.000.000 | 10.000 | 2.250 | 500 |
E | 10.050.000 | > 10.000.000 | 15.000 | 4.500 | 1.000 |
5. Proses pelelangan barang gadai
Pelelangan baru dapat dilakukan jika nasabah (rahin) tidak dapat mengembalikan pinjamannya. Teknisnya harus ada pemberitahuan 5 hari sebelum tanggal penjualan.
Ketentuan :
a. Untuk marhun berupa emas ditetapkan margin sebesar 2% untuk pembeli.
b. Pihak pegadaian melakukan pelelangan terbatas
c. Biaya penjualan sebesar 1% dari hasil penjualan, biaya pinjaman 4 bulan, sisanya dikembalikan ke nasabah (rahin)
d. Sisa kelebihan yang tidak diambil selama 1 tahun akan diserahkan ke
baitul maal.
E. Jasa dan Produk Pegadaian Syariah
Layanan jasa serta produk yang ditawarkan oleh pegadaian syariah adalah sebagai berikut :
1. Pemberian pinjaman atau pembiayaan atas dasar hukum gadai
Syaratnya harus terdapat jaminan berupa barang bergerak seperti emas, elektronik, dll. Besarnya pemberian pinjaman ditentukan oleh pegadaian, besarnya akan sangat tergantung oleh nilai dan jumlah barang yang digadaikan.
2. Penaksiran nilai barang
Jasa ini diberikan bagi mereka yang menginginkan informasi tentang taksiran barang yang berupa emas, perak dan berlian. Biaya yang dikenakan adalah ongkos penaksiran barang.
3. Penitipan barang (ijarah)
Barang yang dapat dititipkan antara lain : sertifikat motor, tanah, ijazah. Pegadaian akan mengenakan biaya penitipan bagi nasabahnya.
4. Gold counter
Merupakan fasilitas penjualan emas yang memiliki sertifikat jaminan sebagai bukti kualitas dan keasliannya..
F. Perbedaan Teknis Antara Pegadaian Syariah dengan Pegadaian
Konvensional
No | Pegadaian Syariah | Pegadaian Konvensional |
1 | Biaya administrasi berdasarkan barang | Biaya administrasi berupa prosentase yang didasarkan pada golongan barang |
2 | 1 hari dihitung 5 hari | 1 hari dihitung 15 hari |
3 | Jasa simpanan berdasarkan | Sewa modal berdasaarkan uang |
| simpanan | pinjaman |
4 | Bila pinjaman tidak dilunasi, barang jaminan akan dijual kepada masyarakat | Bila pinjaman tidak dilunasi, barang jaminan dilelang kepada masyarakat |
5 | Uang pinjaman 90 persen dari taksiran | Uang pinjaman untuk golongan A 92%, sedangkan untuk golongan BCD 88-86% |
6 | Penggolongan nasabah D-K-M- I-L | Penggolongan nasabah P-N-I-D- L |
7 | Jasa simpanan dihitung dengan konstanta x taksiran | Sewa modal dihitung dengan prosentase x uang pinjaman |
8 | Maksimal jangka waktu 3 bulan | Maksimal jangka waktu 4 bulan |
9 | Kelebihan uang hasil dari penjualan barang tidak diambil oleh nasabah, diserahkan kepada Lembaga ZIS | Kelebihan uang hasil lelang tidak diambil oleh nasabah, tetapi menjadi milik pegadaian |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar